Tipe-tipe Prajurit dan Militer Modern menurut Perlmutter

Direktur Riset dan Pusat Data InMind Institute Fitriyah Nur Fadilah, S.Sos., M.I.P. merangkum tipe-tipe militer modern menurut Amos Perlmutter dalam bukunya yang berjudul Militer dan Politik.

Perlmutter mencoba memaparkan mengenai bagaimana hubungan antara korporatisme dan profesionalisme di dalam tubuh militer. Dalam kajiannya di berbagai negara, ia menjumpai militer memiliki kecenderungan yang berbeda dalam kaitannya antara kedua hal ini. Militer di dalam kajian ini didefinisikan oleh Perlmutter sebagai sebuah organisasi yang paling sering melayani kepentingan umum tanpa menyertakan orang-orang yang menjadi sasaran usaha-usaha organisasi itu. Dalam hal ini militer dipandang dalam sudut sebagai sebuah organisasi yang profesional. Sehingga terdapat dua variabel penting dalam profesionalisme, yakni pengawasan (control) dan kecakapan (skills). 

Menurut Perlmutter, konsep militer modern adalah militer yang mampu menjadi seorang birokrat di satu sisi dan sebagai penjaga negara pada sisi yang lain. Sehingga sebagai seorang birokrat ia bertanggung jawab kepada kekuasaan dan sebagai seorang profesional ia bertanggung jawab kepada masyarakat. Fusi antara profesionalisme dan birokratisme ini kemudian disebut sebagai profesinalisme korporatis. Keadaan ini menjadikan hubungan antara militer dan negara sebagai sebuah simbiotik. Di mana kedua struktur ini saling mempengaruhi dan tergantung satu sama lainnya. Hubungan antara sipil dan militer tidak lagi dilihat sebagai struktur yang terpisah dan terkotak-kotakkan. Sehingga hubungan antara militer profesional dengan sipil tidak lagi dipandang sebagai hubungan yang bersifat vertikal, melainkan horizontal. Dengan adanya penerimaan kalangan profesional terhadap kekuasaan pejabat-pejabat, maka hubungan sipil-militer akan berjalan normal dan potensi militer untuk campur tangan akan menjadi rendah.

Menurut Perlmutter, terdapat tiga jenis organisasi militer yang timbul dalam negara bangsa yang modern, yakni prajurit profesional, prajurit pretorian, dan prajurit revolusioner. Prajurit profesional merupakan sebuah kelompok korporasi profesional dengan ciri-ciri memiliki keahlian, rasa tanggung jawab terhadap negara dan masyarakat, korporatisme, sertq ideologi atau semangat militer. Ciri-ciri ini biasanya dijumpai pada militer di negara-negara maju. Adapun variabel korporatisme dan ideologi merupakan dua variabel yang lebih penting dibandingkan lainnya dan berfungsi sebagai variabel terikat. Dalam hal ini Perlmutter mengutip pemikiran Huntington, di mana menurutnya prajurit profesional muncul ketika koalisi sipil memperoleh supremasi dari tentara. Prajurit menjadi pelindung tunggal negara dan lembaga militer menjadi sebuah unit korporasi yang berjuang keras untuk menjaga hubungan ini.  

Prajurit Pretorian merupakan tipe militer yang melihat bahwa profesi militer dapat bertindak sebagai sebuah landasan politik. Semakin tinggi jabatan seorang perwira, semakin ia bersifat politis. Pretorianisme militer timbul ketika terjadi kegagalan revolusi sosial, politik, ataupun revolusi modernisasi. Tipe militer ini biasanya muncul di negara-negara agraris atau transisi atau secara ideologi terpecah-belah. Sehingga secara potensial dan faktual tentara bersifat intervensionis, cenderung melakukan campur tangan permanen, dan memiliki kekuatan untuk mewujudkan perubahan konstitusi. Tentara jenis ini memberontak kepada negara atau rezim dan menolak integritas korporasi. Tentara praetorian adalah tentara pembela otonomi korporasi yang melihat bahwa organisasi militer berdiri sendiri tanpa adanya dukungan dari negara dan masyarakat.

Prajurit revolusioner merupakan militer sebagai alat revolusi di mana tipe militer ini memiliki kecenderungan untuk takluk di bawah politik. Tipe tentara revolusioner dapat dibedakan dari tentara profesional dan praetorian dalam sikapnya terhadap korporatisme militer dan hubungan-hubungan sipil-militer. Prajurit profesional beringkah laku layaknya korporasi, tipe pretorian lebih menyukai pola-pola hubungan non-hierarkis yang bersahabat antara perwira dengan prajurit, sedangkan bagi tipe revolusioner mobilitas ke atas bukanlah hasil keahlian militer, melainkan berdasarkan pengabdian kepada revolusi dan dukungan partai. 

Dari segi penerimaan perwira baru, tipe profesional dan pretorian terbatas dalam menerima angkatan baru, meski pada tipe profesional pendaftaran dan penerimaan bersifat universal namun militer revolusioner memiliki penerimaan yang lebih luas karena tipe ini pada dasarnya angkatan bersenjata massal atau bahkan seluruh bangsa yang dipersenjatai. Perbedaan paling menonjol di antara ketiga tipe tentara ini adalah dalam hal hubungan-hubungan klien dan ideologi-ideologi mereka. Klien para prajurit profesional adalah negara dan bangsa. Sedangkan klien dari prajurit pretorian adalah rezim yang mengambil alih kekuasaan, kelompok suku bangsa, suatu suku, atau suatu kelompok tentara. Adapun klien dari para prajurit revolusioner berubah tiap fase revolusi. Sebelum dan selama revolusi tipe prajurit ini selalu setia terhadap gerakan partai. 

Ideologi juga berkaitan dengan klientelisme. Tentara revolusioner harus mutlak setia terhadap revolusi dan ajaran-ajarannya sehingga revolusi dan gerakan partai menjadi ideologi tentara jenis ini. Pada tipe prajurit profesional, ideologi mereka konservatif sedangkan prajurit pretorian ideologi mereka adalah tradisional, materialis, anti sosialis dan pretorian. Adapun kecenderungan tentara untuk ikut campur tangan ke dalam politik juga memiliki kaitan erat dengan perihal ideologi, di mana pada prajurit profesional kemungkinan untuk ikut campur tangan ke dalam politik cenderung rendah. Pada prajurit pretorian cenderung permanen ataupun berkelanjutan sedangkan pada prajurit revolusioner cenderung tinggi sebelum dan selama revolusi namum rendah sebelum revolusi.

Kelemahan dari tulisan Perlmutter ini adalah tidak adanya penjabaran mengenai konsekuensi dari jenis-jenis tentara ini pada beberapa negara. Perlmutter tidak mencoba mengaitkan apakah keberadaan sebuah tipe prajurit mempengaruhi kemajuan sebuah negara ataupun tidak. Tesis Perlmutter yang mengaitkan antara rendahnya ekonomi dengan masuknya militer juga lemah sebab sebagai contoh di Indonesia pada masa reformasi tahun 1998, kekuatan otoriter Soeharto yang didukung militer tidak mampu memberikan kemajuan ekonomi kepada Indonesia sehingga akhirnya kekuatan sipil mampu menggulingkan kekuatan Soeharto yang mendapat dukungan militer. 

Merujuk kembali kepada Indonesia, bisa dibilang sejarah terbentuknya tentara di Indonesia berawal dari perjuangan revolusi menuju kemerdekaan RI sehingga dapat dikatakan bahwa tentara Indonesia berasal dari rahim revolusi yang menjadikan tipe tentara Indonesia adalah tentara revolusioner. Inilah yang kemudian membuat tentara Indonesia pada masa Orde Lama merasa harus memiliki tempat di dalam politik karena ia berjasa dalam meraih kemerdekaan RI. Dari jenis tentara revolusioner, tentara Indonesia berubah menjadi pretorian di mana akhirnya tentara mampu mendapatkan kekuasaan politik dengan tampilnya Soeharto sebagai presiden. Setelah sebelumnya tidak mampu mendapat dukungan Soekarno. 

Akan tetapi setelah lahirnya reformasi 1998 dan tentara dijauhkan dari kekuasaan politik, tentara harus kembali ke barak dan menjadi militer yang profesional (lihat lebih lengkap mengenai kekuatan militer dalam politik dalam buku Farhan Bulkin, Analisa Kekuatan Politik di Indonesia). Salah satu bukti ketiadaan langsung peran politik tentara adalah ketiadaan utusan militer di dalam DPR. Adapun tentara yang diperbolehkan memasuki ranah politik hanyalah para purnawirawan sehingga di masa kini tentara hanya memiliki loyalitas kepada negara dan bangsa. 

sumber gambar: https://photo.sindonews.com/galleryview/24681/defile-pasukan-dan-atraksi-tempur-warnai-gladi-bersih-hut-ke-72-tni

Visits: 2559