Budaya Mencari Solusi dalam Dialog: Faktor Kemunculan Filsuf Yunani Kuno

Direktur Kajian dan Pelatihan InMind Institute Hardianto Widyo Priohutomo S.I.P., M.I.P. merangkum beberapa faktor mengapa banyak pemikir atau filsuf muncul di Yunani Kuno. Salah satu faktornya adalah kebiasaan mencari solusi permasalahan tidak melalui kekerasan melainkan melalui dialog. Tulisan ini juga dimuat dalam blog pribadi https://hardiantowidyo.wordpress.com/2017/11/06/pemikiran-plato-aristoteles/.

Pada masa kurang lebih tahun 600 SM hingga 400 SM, Yunani dikenal sebagai negara polis. Pada masa tersebut, telah muncul beberapa pemikir-pemikir politik. Diantara yang terkenal ialah Plato dan Aristoteles. Keduanya merupakan keturunan murid dari seorang pemikir politik terkenal di masanya yakni Socrates. Plato merupakan murid dari Socrates langsung dan Aristoteles merupakan murid dari Plato.

Mengapa dalam masa tersebut telah muncul pemikiran-pemikiran politik yang begitu mendalam? Menurut Deliar Noer, ada beberapa alasan. Pertama, pada masa tersebut, Yunani berbentuk negara polis, yakni sebuah wilayah yang terdiri atas negara-negara kecil seperti Athena dan Sparta. Keduanya telah mengalami berbagai pertukaran sifat pemerintahan seperti monarki ke aristokrasi, aristokrasi ke tirani, dan tirani ke demokrasi. Pengalaman atas model-model pemerintahan yang demikian, merangsang para pemikir untuk memikirkan bagaimana sebuah negara yang baik dan ideal, timbul cita-cita besar, kemudian berteori bagaimana berfalsafah dan bernegara yang baik.

Kedua, adanya kebiasaan berbicara sebagai mekanisme penyelesaian masalah (khususnya di Athena, karena Sparta lebih kental dengan budaya kekuatan fisik). Mekanisme tersebut, merangsang masyarakat untuk berdiskusi dan berargumen. Kebudayaan berbicara dan berdiskusi merangsang pribadi untuk memahami dan mengkritisi lebih jauh mengenai hal-hal yang menjadi bahan pembicaraan. Adanya kebudayaan berbicara dan berargumen juga meningkatkan daya pikir dan analisa terhadap masalah-masalah yang dikemukakan.

Ketiga, kondisi negara berbentuk polis menciptakan pemahaman bahwa negara adalah masyarakat dan politik (yang berasal dari kata polis) adalah juga bermakna urusan masyarakat. Dengan demikian, tidak ada jarak antara negara, politik, dan masyarakat karena negara dan politik sama-sama mengurusi kepentingan masyarakat. Selain itu, prioritas dari kehidupan masyarakat Yunani Kuno adalah meluangkan waktu. Waktu luang ini, digunakan untuk membahas masalah-masalah umum yang diselesaikan secara bersama-sama.

Pasca perang peloponnesia, lahir sebuah kelompok di Athena yang disebut kaum Sofis. Kaum ini dianggap sebagai guru pendidikan dan filsafat yang menentukan “baik” dan “buruk” bagi masyarakat. Penentuan tersebut ditentukan oleh manusia itu sendiri sehingga Socrates, yang merupakan salah seorang pemikir yang sangat terkenal di masa itu, menentangnya. Ia merupakan guru dari Plato. Sejak saat itu, Socrates berkeliling Athena, menanyakan apa itu kebaikan dan keburukan sembari mencoba memberikan pemahaman bahwa seseorang harus memahami dirinya sebelum mengatakan apa yang baik dan yang buruk. Sikap Socrates tersebut menciptakan polemik di masyarakat karena mayoritas masyarakat mempercayai kaum Sofis. Selain itu, Socrates sendiri tidak mempercayai dewa-dewa Yunani yang amat dihormati Kaum Sofis. Sehingga, Socrates dipaksa meminum racun dan meninggal dunia, oleh Kaum Sofis yang disaksikan oleh masyarakat umum dan khususnya oleh muridnya sendiri yakni Plato.

Peristiwa yang disaksikan Plato kemudian sangat mempengaruhi pemikirannya. Menurut Plato, demokrasi Athena tidak baik dan sifat-sifat demokrasi cenderung mengakibatkan hal buruk. Hak kebebasan menjadi tidak baik karena penghormatan atas pendapat orang lain menjadi hilang. Sehingga Plato menawarkan sebuah ide yakni “kolektivisme”. Gagasan utamanya adalah hidup untuk negara dengan mengutamakan kelancaran pemerintahan dan tidak membenarkan adanya kepemilikan pribadi. Semua milik negara demi kepentingan negara. Negara ideal adalah negara yang tidak terlalu besar dan memiliki sistem perundang-undangan. Pemimpin yang ideal adalah orang pintar yang tidak berkeluarga sehingga dapat berfokus mengurus negara. Pemimpin tersebut haruslah berasal dari orang yang telah mengenyam pendidikan dalam waktu yang cukup lama. Konsep tersebut dinamakan “The Philosopher King”.

Menurut Plato, masyarakat terbagi menjadi bentuk piramida. Puncak piramida merupakan kelompok pemimpin, bagian menengah adalah militer, dan bagian terbawah adalah pekerja karena jumlah mereka paling banyak. Jika ketiganya dapat berjalan sesuai fungsinya maka akan tercipta harmoni. Sebuah sistem yang berjalan dari ketiga unsur tersebut dinamakan sebagai negara.

Aristoteles adalah seorang murid dari Plato. Aristoteles lahir pada tahun 384 SM. Ia merupakan pemikir dari Yunani Kuno dan seorang guru dari Iskandar Agung. Pada usia 18 tahun, Aristoteles pergi ke Athena dan belajar pada Plato selama 20 tahun. Setelah Plato meninggal, ia baru meninggalkan Athena dan kembali mengembara. Pengembaraannya membawa dirinya ke Asia kecil dan menjadi guru seorang Iskandar yang kemudian dikenal sebagai Iskandar Agung, seorang penguasa Macedonia. Aristoteles mendirikan sekolah politik yang dinamakan Lyceum.

Berkebalikan dari gurunya, Aristoteles berpikir secara empiris-realistis. Menurut Aristoteles, demokrasi adalah sistem pemerintahan yang paling baik sedangkan tirani adalah sistem pemerintahan yang paling buruk. Kepemilikan pribadi itu penting karena manusia yang tidak memiliki hak maka tidak mempunyai peran dalam negara. Dengan terpenuhinya kepemilikan pribadi, masyarakat menjadi terdesak untuk lebih memikirkan masalah-masalah yang bersifat umum karena masalah-masalah ini sedikit banyak juga akan berdampak kepada mereka. Selain itu, dengan terpenuhinya hak milik pribadi, manusia menjadi memiliki lebih banyak waktu luang (leisure). Leisure inilah yang menjadi waktu yang tepat untuk dapat membicarakan masalah-masalah yang ada.

Aristoteles tidak membedakan antara masyarakat dan negara. Negara menurut Aristoteles merupakan satu kesatuan sistem seperti halnya tubuh manusia. Sehingga, negara adalah hasil perkembangan ilmiah dari individu, keluarga, masyarakat, hingga menjadi negara dimana unit terkecil dari negara adalah keluarga. Tujuan dari pembentukan negara adalah menyejahterahkan seluruh masyarakatnya. Manusia menurut Aristoteles adalah pribadi yang akan selalu berpolitik maka dinamakan Zoon Politicon sehingga kehadiran negara diperlukan untuk keteraturan. Aristoteles berpendapat bahwa kelas menengah yang kuat dan konstitusi yang ideal akan menciptakan stabilitas negara.

Sumber gambar: https://en.m.wikipedia.org/wiki/File:%22The_School_of_Athens%22_by_Raffaello_Sanzio_da_Urbino.jpg

Views: 316