Beberapa Masalah Desentralisasi dan Solusinya Menurut Cheema dan Rondinelli

Direktur Riset dan Pusat Data InMind Institute Fitriyah Nur Fadilah, S.Sos., M.I.P. merangkum beberapa hambatan desentralisasi menurut G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli (editor) dalam bukunya Decentralization and Development: Policy Implementation in Developing Countries.

Cheema dan Rondinelli memberikan sebuah konklusi terhadap permasalahan-permasalahan dalam implementasi kebijakan desentralisasi di berbagai negara berkembang yang telah ditulis oleh berbagai penulis. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang muncul itu Cheema dan Rondinelli pada akhir tulisannya memberikan sejumlah arahan agar goal yang direncakan pada program desentralisasi dapat tercapai.

Menurut Cheema dan Rondinelli, kesuksesan ataupun kegagalan dari implementasi kebijakan desentralisasi tergantung terhadap empat hal. Pertama, kemampuan dari pelaksana kebijakan. Meski kebijakan desentralisasi telah direncanakan secara matang dan baik, tetapi seringkali pemerintah pusat tidak memperhatikan kapasitas atau kemampuan dari pelaksana ataupun aktor-aktor untuk kebijakan tersebut di tingkat lokal. Di negara-negara Asia misalnya, pendukung untuk bidang administratif dan juga kemampuan lokal untuk mengimplementasikan kebijakan desentralisasi tidak cukup.

Kedua, hubungan antar-organisasi. Kesuksesan dari kebijakan desentralisasi sangat ditentukan dari kesuksesan untuk berkoordinasi antara negara, regional, dan perwakilan lokal. Perencanaan, implementasi, dan evaluasi harus distandarisasikan sehingga dengan demikian setiap pemerintahan dari level yang berbeda tetap dapat menyelaraskan aktivitasnya. Oleh karenanya penyusunan organisasional harus dibuat pada tingkat nasional sehingga dapat menjadi petunjuk bagi pemerintahan lokal sebab desentralisasi merupakan kombinasi dari kontrol pusat dan otonomi lokal. Pemerintah pusat berperan penting dalam memfasilitasi dan memandu penggunaan sumber daya nasional dalam tingkat lokal.

Ketiga, sumber daya untuk implementasi program. Ada berbagai keterbatasan sumber daya yang dihadapi oleh pemerintah pusat untuk melaksanakan kebijakan desentralisasi dan yang menjadi faktor utama dari keterbatasan itu adalah kurangnya sumber daya finansial. Ketergantungan pemerintahan lokal secara finansial terhadap pemerintahan pusat menjadikan lemahnya posisi pemerintah daerah. Di samping dana, lemahnya dukungan politik dari pemerintahan pusat juga menghambat implementasi kebijakan ini. Selain itu, tradisi atau kebudayaan di suatu daerah juga berpengaruh terhadap kebijakan ini di mana di negara-negara Asia kebudayaannya cenderung paternalistik sehingga sentralisasi begitu kuat.

Keempat, konteks lingkungan. Kebijakan desentralisasi secara kuat dipengaruhi oleh lingkungan di mana interaksi antara organisasi-organisasi berlangsung. Lingkungan dalam hal ini adalah struktur dan gaya politik, karakteristik dari struktur kekuasaan lokal, keterbatasan-keterbatasan sumber daya, dan akses terdahap infrastruktur fisik. Jika merujuk pada studi yang dilakukan Friedman, Mathur dan Nellis, kebijakan implementasi memiliki dimensi politik dan administratif sehingga kemudian sistem politik maupun ideologi politik memiliki pengaruh terhadap kebijakan implementasi desentralisasi.

Menurut Cheema dan Rondinelli, permasalahan-permasalahan yang ada di atas telah menyebabkan adanya gap yang besar antara goal dari perencanaan kebijakan dengan hasil dari implementasi kebijakan desentralisasi tersebut. Oleh karenanya untuk meningkatkan implementasi dari kebijakan desentralisasi, Cheema dan Rondinelli mengemukakan sejumlah analisis. Pertama, menentukan skup yang diinginkan dari desentralisasi. Pemerintah harus jelas dalam menentukan undang-undang desentralisasi di antara berbagai bentuk-bentuk desentralisasi. Selain itu harus ada pernyataan kebijakan yang tegas dari pemerintah mengenai bentuk dari desentralisasi, apakah itu devolusi, debirokratisasi, delegasi, atau dekosentrasi.

Kedua, memperkirakan kapasitas lokal dan regional, yang merupakan implementor dari kebijakan tersebut. Seringkali pemerintah pusat merencakan kebijakan desentralisasi tanpa memperhitungkan kapasitas dari pemerintah daerah sebagai implemetor dari kebijakan tersebut sehingga hasil yang diharapkan tidak maksimal. Ketiga, menentukan (memberikan) dukungan politik. Keempat, memperkirakan kapasitas dukungan finansial dan teknis terhadap agen pusat. Kelima, memeriksa keterbatasan lingkungan. Pemerintah pusat harus memeriksa kembali rintangan-rintangan yang mungkin dihadapi oleh daerah seperti tradisi, karakteristik perilaku ataupun kondisi, dan tren ekonomi nasional.

Keenam, menggambarkan jangkauan kemungkinan dari desentralisasi. Ketujuh, mendesain program-program desentralisasi secara spesifik. Kedelapan, mengidentifikasi tahapan-tahapan dan prosedur-prosedur dalam implementasi kebijakan. Kesembilan, mengerahkan dukungan. Dukungan yang luas terhadap kebijakan desentralisasi harus dimobilisasi antara departemen dan kementerian pusat, negara, provinsi, distrik, administrasi tingkat lokal, partai politik, dan juga kelompok kepentingan. Kesepuluh, membuat hubungan koordinasi dan asistensi. Kesebelas, membuat prosedur evaluasi dan monitoring secara spesifik.

Secara umum Cheema dan Ronddinelli telah dengan baik menjabarkan mengenai permasalahan dan juga solusi untuk kebijakan desentralisasi namun penulis tampaknya alpa untuk menjabarkan mengenai tujuan dari kebijakan desentralisasi itu sendiri. Dengan merincikan tujuan-tujuan dari desentralisasi, solusi yang konkrit terhadap permasalahan dalam implementasi kebijakan desentralisasi akan lebih mudah ditemukan. Gap antara goal dan implementasi dapat diperkecil dengan melihat tujuan dari pemerintah terhadap kebijakan desentralisasi yang dilakukan. Sayangnya, dalam tulisan ini penulis tidak membahas sedikitpun mengenai tujuan-tujuan dilaksanakannya desentralisasi.

Permasalahan-permasalahan yang diuraikan Cheema dan Rondinelli dalam implementasi kebijakan desentralisasi juga dialami oleh Indonesia pasca diberlakukannya otonomi daerah di tahun 1999. Persoalan yang paling kentara dalam perihal otonomi daerah adalah munculnya raja-raja baru di daerah menggantikan dominasi pemerintahan pusat di masa lalu. Kemunculan elit-elit lokal ini tidak memberikan perbaikan kesejahteraan penduduk lokal. Di Papua misalnya, anggaran untuk otonomi daerah tidak mampu dikelola dengan baik oleh para pemimpin lokal. Anggaran tersebut justru masuk ke dalam kantong-kantong pribadi elit tersebut sehingga kebijakan otonomi daerah tidak mampu memberikan kesejahteraan dari daerah tersebut di sana.

Selain itu kebijakan desentralisasi berupa otonomi daerah juga masih dilakukan secara parsial oleh Indonesia hingga masa kini. Ini dapat dilihat misalnya, meskipun daerah diberikan otonomi dalam bidang-bidang tertentu namun bidang perhubungan, pendidikan, dan kesehatan masih dikontrol secara terpusat. Ini dilihat dari berdirinya kementerian-kementerian terkait di tingkat pusat. Jika membandingkan di Amerika misalnya, pemerintah pusat (federal) hanya mengurusi permasalahan luar negeri, pajak dan perdagangan. Sementara pemerintah daerah (negara bagian) mengurusi pendidikan dan sarana publik

Untuk di Indonesia, bahkan dalam urusan pembuatan jalan misalnya, pemerintah pusat masih ikut mengurusi. Ini dilihat dari adanya pembagian jalan berupa jalan negara, jalan daerah, ataupun jalan kabupaten. Pembagian ini menyebabkan pembangunan jalan dilakukan parsial. Pemerintah daerah hanya dapat dan berhak membangun jalan daerah yang menjadi kewenangannya. Sementara kerusakan jalan negara yang menjadi kewenangan pemerintah pusat harus menunggu dari pemerintahan pusat padahal kerusakan jalan dapat menghambat efektivitas perdagangan antar daerah dehingga dengan masih terpusatnya urusan pembangunan jalan, tentu ini dapat menghambat kemajuan daerah.

Keadaan ini juga menggambarkan masih parsialnya kebijakan otonomi di Indonesia. Pemerintah harus mulai mendistribusikan pekerjaan yang bersifat sarana publik kepada daerah. Merujuk pada Cheema dan Rondinelli, urusan pemenuhan kebutuhan publik tidak dapat diseragamkan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karenanya sangat penting untuk mendistribusikan hal ini kepada pemerintah daerah.

sumber gambar: https://dprd.jabarprov.go.id/berita/dprd-jabar-bentuk-tim-penyusun-tata-tertib

Views: 2211