Penulis: Fadhlan Aldhifan (Peneliti InMind Institute)
Langkah Demi Langkah Presiden
Presiden Joko Widodo mengesahkan Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2024 yang salah satu isinya mengalihkan kewenangan penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) organisasi masyarakat keagamaan dari Menteri ESDM kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM. Aturan teknis ini merupakan bagian rentetan kebijakan politik Presiden Jokowi yang menuai perhatian di bulan-bulan akhir masa jabatannya. Sebelumnya, Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Batubara memberikan kesempatan kepada organisasi masyarakat keagamaan untuk memperoleh izin usaha pengelolaan tambang. Merujuk pada Pasal 83A dalam PP tersebut, wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki ormas keagamaan. Adapun WIUPK yang dimaksud merupakan bekas Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batubara (PKP2B). Melalui izin khusus ini, badan usaha milik ormas keagamaan ibarat memperoleh karpet merah dikarenakan tidak perlu menjalankan mekanisme tender dalam memperoleh izin usaha pertambangan.
Beberapa waktu sebelum terbitnya PP 25/2024 pada Juni 2024, Presiden Jokowi sudah berancang-ancang menyiapkan jalan yang tepat bagi kebijakan izin tambang bagi ormas ini. Tepatnya pada Oktober 2023, Presiden Jokowi meneken Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan Bagi Penataan Investasi yang di dalamnya mengatur distribusi izin usaha pertambangan (IUP) hasil pencabutan kepada pengelola baru termasuk di antaranya badan usaha yang dimiliki oleh ormas keagamaan. Dalam pertimbangannya, pemerintah berdalih kebijakan ini diperlukan dalam rangka pemerataan investasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, ormas keagamaan dipandang telah memiliki jejak peranan penting bagi bangsa dan negara sehingga patut diapresiasi melalui pengelolaan pertambangan mineral batubara.
Kehadiran dua peraturan spesial tersebut perlu dipahami dalam konteks situasi dan linimasa yang berimpitan di antara momentum pemilihan umum yang berlangsung pada Februari 2024. Pada saat yang bersamaan, kita juga harus mengingat betapa krusialnya entitas organisasi masyarakat keagamaan sebagai suatu kekuatan politik. Sebagai bagian dari infrastruktur politik yang ada di Indonesia, organisasi masyarakat lazimnya memiliki basis massa yang besar dan loyal serta tokoh kunci yang berpengaruh sebagai aktor politik. Fakta demikian secara tidak langsung mengarahkan kita pada dugaan adanya siasat politis dan berkorelasi antara konsolidasi kekuatan politik yang menyokong kepentingan elektoral.
Pandangan dan Sikap Ormas Keagamaan
Keragaman ormas keagamaan juga merepresentasikan keragaman respon terhadap hadiah khusus tersebut. Mulai dari menolak, menerima, hingga masih mengkaji aturan-aturan yang berkaitan. Tanpa bermaksud untuk saling membenturkan, penulis merasa memahami pandangan setiap ormas keagamaan sebagai pihak yang secara langsung dapat merasakan dampak aturan ini menjadi krusial. Sikap penolakan di antaranya datang dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) yang mendorong tata kelola pembangunan yang sesuai prinsip keberlanjutan atau sustainability. Di sisi lain, KWI menyatakan terus berfokus pada perannya dalam hal pewartaan dan pelayanan sebagai lembaga keagamaan. Hal senada juga diutarakan oleh Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang tidak akan melibatkan dirinya sebagai gereja untuk bertambang. Isu eksploitasi lingkungan atas nama pembangunan juga turut menjadi perhatian HKBP. Selanjutnya pernyataan mengenai pengelolaan tambang yang bukan merupakan mandat yang dimiliki ormas keagamaan juga disampaikan oleh Persekutuan Gereja Indonesia (PGI). Ditambahkan juga bahwa terdapat kekhawatiran jika PGI turut serta dalam aktivitas pengelolaan tambang justru akan dihadapkan pada persoalan hilangnya legitimasi moral karena selama ini kerap mendampingi pihak yang terdampak aktivitas tambang.
Sementara itu, antusiasme datang dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang menyatakan siap menerima dan mengelola izin usaha pertambangan khusus. Pertimbangan yang mendasari sikap penerimaan tersebut adalah kebutuhan dana untuk pembiayaan operasional berbagai program dan infrastruktur Nahdlatul Ulama sebagaimana dikatakan langsung oleh Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf. Pada aspek yang lebih fundamental, PBNU menekankan pendekatan fikih yang lebih fleksibel dan tidak kaku dalam menilai persoalan izin tambang ini. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla dalam tulisannya berjudul “Isu Tambang, Antara Ideologi dan Fikih” (Kompas, 20 Juni 2024). Lebih lanjut mengutip beberapa pernyataan petinggi PBNU dalam beberapa kesempatan bahwa salah satu bentuk kesiapan PBNU mengelola izin tambang adalah dengan membentuk badan usaha berbentuk PT.
Arah penerimaan serupa juga akhirnya datang dari PP Muhammadiyah. Setelah sebelumnya menyatakan menahan diri dengan melakukan pengkajian komprehensif atas izin tambang ormas keagamaan, PP Muhammadiyah menyatakan siap menerima konsesi izin usaha pertambangan yang mendukung kesejahteraan sosial dan lingkungan hidup. Keputusan ini diambil dalam Rapat Konsolidasi Nasional yang digelar di Sleman pada Minggu (28/7). Muhammadiyah juga berkomitmen memperluas dan memperkuat dakwah dalam ekonomi. Dengan keikutsertaan ini, Muhammadiyah menjadi ormas keagamaan kedua yang menerima tawaran izin tambang setelah PBNU. Kesamaan sikap ini juga menarik perhatian khalayak karena kedua ormas terbesar di Indonesia tersebut dikenal kerap berbeda pandangan dalam banyak aspek kaidah fikih namun justru dipersatukan oleh izin pertambangan.
Perjalanan Izin Pertambangan di Indonesia Pasca Orde Baru
Komoditas sumber daya alam bukanlah hal baru dalam konstelasi politik di dunia. Esensi sumber daya alam sebagai faktor dasar penghasil kapital sebagai basis aktivitas ekonomi sehingga membutuhkan kehadiran kekuatan monopoli dalam pemanfaatannya (Stiglitz, 2007). Oleh karenanya keberadaan negara sebagai aktor yang berperan menjadi regulator dan korporasi sebagai pihak yang melakukan aktivitas produksi di lapangan adalah keniscayaan yang terjadi dalam isu pengelolaan sumber daya alam. Dalam konteks Indonesia, sumber daya alam memiliki peranan penting dalam mendukung rezim politik sejak Orde Baru (Tajdoeddin, 2007). Kedua aktor baik negara-korporasi atau politik-ekonomi yang menguasai SDA dan/atau akses terhadap SDA terus berlangsung hingga era Reformasi. Pola relasi dan penguasaan ini nyatanya dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan struktur kekuasaan baru. Desentralisasi kekuasaan juga turut membuka jalan bagi tersebarnya aktor kekuatan politik-ekonomi di berbagai tingkat kekuasaan. Inilah karakteristik kekuatan ‘immunity to change’ yang dimiliki kelompok oligarki sehingga pola perburuan rente terus lestari (Winters, 2014).
Dalam perjalanan demokrasi Indonesia era desentralisasi, pemberian izin usaha pertambangan sumber daya alam di berbagai daerah acapkali diwarnai dengan intensi timbal balik atas pembiayaan kontestasi politik (Risal et al, 2022). Kewenangan pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam memang sempat diberikan kepada pemerintah daerah yang diatur dalam UU No. 41 Tahun 1999 dan UU No. 4 Tahun 2009. Landasan hukum ini kelak dalam perjalanannya dimanfaatkan oleh aktor politik dan ekonomi lokal dalam menyiasati pemberian “kuasa pertambangan”. Diterbitkannya UU No. 3 Tahun 2020 sebagai Perubahan atas UU 4/2009 lantas mengubah lanskap persoalan tambang dengan ditariknya kembali kewenangan tersebut ke pemerintah pusat. Kendati demikian praktik yang telah berlangsung lama tersebut pada tingkatan lebih serius menghadirkan sistem ijon politik dalam hubungan antara pemilihan umum dengan keterlibatan sumber daya alam berlangsung secara berkelanjutan akan melahirkan perilaku korup.
Pemain Baru Bernama Ormas Keagamaan
Ditinjau dari berbagai aspek, izin usaha pertambangan disorot melalui beragam kritik yang secara garis besar melihat bisnis ini mendorong ke arah perusakan lingkungan hidup dan demokrasi. Produksi batu bara Indonesia meningkat lebih dari dua kali lipat dalam 10 tahun hingga 2019, mencapai 616 juta ton. Bahkan pada tahun 2023 telah menembus 766 juta ton (Minerba One Map Indonesia, 2024). Kontribusi batubara pada sektor energi juga membawa Indonesia menjadi penghasil emisi terbesar kesembilan di dunia dengan 600 juta ton CO2 dari sektor energi pada tahun 2021. Konsesi pertambangan batubara lantas mengancam budidaya agraris di Indonesia (WALHI, 2024).
Terkhusus dalam hal yang dilakukan oleh ormas keagamaan, langkah ini tentu sangat menuai kekecewaan. Sebagai civil society yang menjunjung nilai keagamaan, ormas keagamaan idealnya dituntut mempertahankan standar basis moral bukan hanya untuk dirinya melainkan masyarakat secara umum. Ormas keagamaan juga diharapkan berperan sentral dalam berpihak pada advokasi korban keserakahan pertambangan. Aktivitas pertambangan di berbagai daerah telah pula terbukti memicu konflik vertikal maupun horizontal. Pemberian izin pertambangan kepada ormas keagamaan seolah menjadi alat transaksi kekuasaan melalui pembagian akses terhadap sumber daya alam terutama batu bara. Relasi kuasa di antara negara dan ormas keagamaan ini dikhawatirkan berpotensi mengganggu independensi civil society yang berkelindan pula pada terganggunya iklim demokrasi.
Menagih Janji Tambang yang Mensejahterakan
Kebijakan pemberian izin usaha pertambangan kepada ormas keagamaan perlu menjadi perhatian serius berbagai kalangan. Langkah yang sarat akan kepentingan politik ini dikhawatirkan membawa dampak yang lebih luas terkait perusakan lingkungan hidup sekaligus perusakan iklim demokrasi. Kewenangan pemberian izin usaha pertambangan yang amat strategis membuat publik menjadi tercerahkan bahwa selama ini pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia sangat dikuasai oleh segelintir pihak. Ormas keagamaan sebagai pemain baru dalam bisnis ini diharapkan tidak terjebak dalam jeratan oligarki kuasa tambang. Pada saat yang bersamaan kita menaruh secerca harapan seraya menagih janji bahwa pengelolaan tambang yang pro kesejahteraan sosial dan lingkungan hidup sebagaimana dicita-citakan oleh ormas keagamaan dapat terwujud.
Daftar Pustaka:
Risal, S., Bajari, A. H., & Hergianasari, P. (2022). “Sumber Daya Alam dalam Pusaran Pilkada Serentak”. Kemudi: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 6(2), 135–148.
Stiglitz, J.E. (2007) Making Globalization Work for Developing Countries. W.W. Norton & Company, Inc., New York.
Suryani et al. 2021. “Kemunduran Demokrasi Tata Kelola SDA: Penguatan Oligarki dan Pelemahan Civil Society”. Jurnal Penelitian Politik, Vol. 18, No. 2, Desember 2021.
Tadjoeddin, M. Z. (2007). A Future Resource Curse in Indonesia: The Political Economy of Natural Resources, Conflict and Deevelopment. Oxford: Crise Working Paper No. 35
Winters, J. (2014). Oligarchy and Democracy in Indonesia. Dalam M. Ford & T. Pepinsky (Eds.), Beyond Oligarchy: Wealth, Power and Contemporary Indonesian Politics (hlm. 11-33). Cornell University Press.
Abdalla, Ulil Abshar. 2024. Isu Tambang, Antara Ideologi dan Fikih. Diakses melalui https://www.kompas.id/baca/opini/2024/06/19/isu-tambang-antara-ideologi-dan-fikih
CNN Indonesia. 2024. Daftar Ormas Agama Menolak dan Menerima Izin Tambang Jokowi. Diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240611063542-20-1108279/daftar-ormas-agama-menolak-dan-menerima-izin-tambang-jokowi
CNN Indonesia. 2024. Ketum Muhammadiyah: Kami Ingin Kelola Tambang Pro Lingkungan Hidup. Diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240729034514-20-1126487/ketum-muhammadiyah-kami-ingin-kelola-tambang-pro-lingkungan-hidup
JATAM. 2024. Obral Konsesi Tambang: Cerminan Watak Rezim Jokowi yang Tamak. Diakses melalui https://www.jatam.org/obral-konsesi-tambang-cerminan-watak-rezim-jokowi-yang-tamak-2/
Rizki, Mochamad Januar. 2024. Presiden Jokowi Didesak Cabut PP25/2024 Soal Izin Tambang Ormas. Diakses melalui https://www.hukumonline.com/berita/a/presiden-jokowi-didesak-cabut-pp-25-2024-soal-izin-tambang-ormas-lt66614cc7a256b/
Setiawan, Verda Nano. 2024. Produksi Batu Bara RI di 2023 Pecah Rekor, Pengusaha Ungkap Alasannya. Diakses melalui https://www.cnbcindonesia.com/news/20240109134649-4-504114/produksi-batu-bara-ri-di-2023-pecah-rekor-pengusaha-ungkap-rahasianya
Wakang, Aisyah Amira. 2024. Alasan PBNU Terima Izin Tambang. Diakses melalui https://nasional.tempo.co/read/1876798/alasan-pbnu-terima-izin-tambang
WALHI. 2024. Izin Pertambangan Untuk Ormas Keagamaan: Kado Buruk Jokowi Pada Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Diakses melalui https://www.walhi.or.id/izin-pertambangan-untuk-ormas-keagamaan-kado-buruk-jokowi-pada-peringatan-hari-lingkungan-hidup-sedunia
Views: 113