Wakil Direktur Eksekutif InMind Institute Prof. Dr. Firman Noor, M.A. menuliskan artikel ilmiah tentang evaluasi terhadap para partai di Indonesia pada 2012, 14 tahun setelah Reformasi. Artikel ilmiah ini dipublikasi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam Jurnal Masyarakat Indonesia pada 2012. PDF artikel ini dapat diakses pada http://jmi.ipsk.lipi.go.id/index.php/jmiipsk/article/download/645/436.

Sejalan dengan komitmen bangsa Indonesia pada demokrasi, partai politik
kembali memainkan peran penting dalam kehidupan politik nasional. Setelah
hampir empat dekade terkungkung dalam sistem otoriter dan memainkan peran
pinggiran, kini partai politik telah berada di tengah pusaran kekuasaan dan
pertarungan politik (power game).
Konstitusi yang makin disempurnakan telah memberikan mandat demikian
besar bagi partai-partai untuk turut menentukan komposisi cabang-cabang
trias politica, yakni anggota parlemen, presiden dan wakil presiden, dan pada
akhirnya juga Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Tidak ketinggalan
tentu saja komposisi kabinet dan pemerintahan daerah. Oleh karena itu, jika
dulu Afan Gaffar (1990) menilai sistem politik yang bekerja sebagai non-party
system, maka saat ini partai politik telah demikian omnipotent dan omnipresent
dalam kehidupan politik. Tidak ada satu pun wilayah politik yang luput dari
keterlibatan parpol di dalamnya.
Secara normatif, kedudukan partai politik yang deterministik dalam wadah
sistem politik demokrasi adalah sebuah kewajaran karena partai politik
merupakan “kebutuhan alamiah” bagi demokrasi. Bagi sebagian kalangan,
membicarakan kualitas kepartaian sejatinya membicarakan kualitas demokrasi
itu sendiri. Menurut Stepan dan Linz (1996: 8–10), misalnya, persoalan kon-
solidasi demokrasi pun pada akhirnya tidak dapat terlepas dari eksistensi partai.
Kedudukan partai yang demikian tentu saja secara teoretis akan membuka
kesempatan besar untuk penguatan demokratisasi. Di samping itu, pemberian
kesempatan bagi partai-partai untuk tumbuh dan berkembang secara bebas
akan memudahkan pertumbuhan dan pemodernan partai yang lebih alamiah.
Namun, tentu saja kedua situasi hipotesis tersebut masih perlu diuji secara
saksama mengingat pengejawantahannya jelas tidak semudah membalikkan
telapak tangan.
Terkait dengan upaya melihat kedudukan partai dari makna empiris, sekaligus
sebagai media evaluasi akan kiprah partai politik yang sesungguhnya, tulisan
ini akan meretas eksistensi partai-partai politik selama kurang lebih empat
belas tahun berlangsungnya Era Reformasi. Momentum empat belas tahun
ini penting karena dalam kurun waktu itu semakin dapat diraba letak sesung-
guhnya kekuatan dan kelemahan partai-partai politik yang ada. Huntington,
misalnya, mengakui peran penting pemilu kedua sebagai saat yang layak untuk
melakukan evaluasi sebuah sistem politik, termasuk eksistensi partai-partai
politik (Huntington 1991: 266–267). Saat ini dengan telah terselenggaranya
pemilu sebanyak tiga kali, tentu saja upaya evaluasi, dengan menggunakan
asumsi Huntington itu, akan lebih layak lagi.
Persoalan utama yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah bagaimanakah
potret kondisi kepartaian di Indonesia? Secara spesifi k hal-hal yang akan
tercakup di dalamnya terkait dengan pertanyaan apakah setelah empat belas
tahun reformasi partai politik telah memainkan peran yang sesuai dengan tugas
luhurnya itu? Apa sajakah kendala mendasar yang masih dihadapi oleh partai-
partai? Bagaimanakah kualitas partai politik yang kita miliki sehubungan
dengan daya dukungnya terhadap proses konsolidasi demokrasi?
sumber gambar: https://borobudurnews.com/deklarasi-kampanye-damai-awali-kampanye-pemilu-2019/
Views: 89