Direktur Kajian dan Pelatihan InMind Institute Hardianto Widyo Priohutomo, S.I.P., M.I.P. diwawancarai oleh Panalogi.com yang dimuat dalam http://panalogi.com/?p=2221 pada 24 September 2020. Hak cipta milik Panalogi.com.

Radikalisme telah mengkhawatirkan Indonesia bahkan dunia, mengingat pelakunya telah menyasar segala lapisan usia, termasuk anak muda. Hardianto Widyo Priohutomo yang juga Direktur Kajian dan Pelatihan InMind Institute melihat kondisi ketidakpuasan yang menyuburkan sikap ekstrim ini.
Anggota Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria Kantor Staf Presiden RI 2018–2019 ini mengungkap cara-cara elegan dalam meredam radikalisme tersebut. Karena, jangan sampai radikalisme menghambat kemajuan bangsa. Berikut ini petikan wawancaranya dengan Hilmi Ibadurrohman dari Panalogi.com:
Apa perbedaan radikal dengan radikalisme?
Terminologi radikal sendiri merujuk kepada sikap yang ditunjukkan. Sedangkan radikalisme adalah paham atau gagasan yang bersifat radikal yang tertanam atau ditanamkan oleh suatu pihak kepada pihak lain.
Segala sesuatu yang berakhiran isme berarti menandakan suatu paham dan kepercayaan. Dengan demikian, radikal adalah sikap sedangkan radikalisme adalah pemikiran yang tertanam.
Apakah radikal itu baik atau buruk?
Sifat radikal bukan sifat yang baik. Kecenderungan sifat ini adalah kontradiksi terhadap konstitusi dan konteks kenegaraan itu sendiri serta cenderung ekstrim.
Dalam setiap hal kita harus memutuskan dengan tenang, meminimalisir konflik, serta berorientasi pada solusi bersama. Untuk mencapai hal ini dibutuhkan usaha-usaha memahami dari berbagai sisi dan mencari jalan keluar terbaik. Itulah sikap moderasi yang akan sangat berpadu dengan konteks demokrasi.
Sedangkan sikap radikal, cenderung kontra dengan demokrasi dan solusi bersama. Karena sifatnya yang mengakar, mereka cenderung menginginkan perubahan yang total dan menyeluruh dalam waktu relatif singkat.
Selain itu, karakter dalam perubahan tersebut dengan cara tanpa kompromi. Sikap tersebut tidak manusiawi dan merugikan banyak pihak.
Mengapa radikalisme berkembang di Indonesia?
Indonesia adalah negara multikultural. Di saat yang bersamaan, Indonesia menerapkan sistem demokrasi. Secara konsep dasar, demokrasi sendiri membuka peluang dan kesempatan bagi banyak pihak untuk berkontribusi dalam pemerintahan.
Di sisi lain, sudah menjadi keniscayaan bahwa tidak mungkin suatu keputusan dapat memuaskan semua pihak. Sehingga, dalam konteks negara demokrasi yang terdiri atas multikulultural tersebut, akan menimbulkan kondisi ketidakpuasan atas suatu keputusan bagi banyak pihak.
Hal ini diperburuk dengan adanya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang terus mendarah daging di Indonesia. Sehingga dapat dikatakan bahwa demokrasi yang diterapkan di Indonesia bukanlah demokrasi yang sehat. Kecenderungan yang ada adalah demokrasi ini bersifat prosedural dan bukan bersifat substantif.
Demokrasi yang tidak sehat tersebut memunculkan pihak-pihak yang menuntut perbaikan dan perubahan. Di antara mereka yang menuntut, terdapat kelompok yang ingin perubahan bersifat ekstrim dan menyeluruh.
Merekalah yang kita katakan radikal karena mengabaikan konstitusi dan asas dasar yakni demokrasi. Mereka yang tidak mengindahkan tata cara yang konstitutif dan mengedepankan kemanusiaan dalam tuntutan atas perubahan, menjadi pemicu terjadinya friksi antar golongan masyarakat.
Apakah ada saran?
Saya sangat menyadari bahwa radikalisme ini menjadi suatu momok bagi kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia. Untuk itu, saya menyarankan bahwa sebaiknya :
Pertama, setiap aktor politik dan negarawan serta tokoh masyarakat, dapat bersama-sama memerangi radikalisme ini dengan menunjukkan teladan dan kedewasaan yang baik dalam berpolitik dan berkehidupan sebagai warga negara.
Kedua, dengan menunjukkan sikap dewasa dan teladan dalam berpolitik, maka kita telah turut memberikan pendidikan politik yang positif bagi masyarakat Indonesia. Diharapkan, kondisi ini membawa efek domino yang positif ke seluruh masyarakat Indonesia dan dunia.
Ketiga, mendorong lembaga-lembaga pendidikan untuk aktif memberikan pendidikan moral dalam berbagai disiplin ilmu seperti mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN), guna menekan paparan ideologi radikalisme di berbagai lapisan masyarakat Indonesia.
Keempat, pemerintah diharapkan aktif melakukan kebijakan pemerataan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia, guna meningkatkan kualitas pemerataan pendidikan dan dengan sendirinya mendorong pola pikir positif dan kecerdasan masyarakat Indonesia.
Sumber gambar: http://www.matakamera.net/2019/05/densus-88-tangkap-terduga-teroris-di.html?m=1
Views: 164