Dinasti Politik dalam Demokrasi Era Reformasi

Penulis: Fadhlan Aldhifan, Peneliti InMind Institute

Ilustrasi Dinasti Politik. (Dok: Kompasiana)

Demokrasi pada dasarnya memungkinkan setiap individu untuk terlibat dalam proses politik yang diselenggarakan dari, oleh, dan untuk rakyat. Seiring dengan demokratisasi yang berlangsung di Indonesia era Reformasi, kesempatan untuk memiliki hak memilih dan dipilih melalui pemilihan umum justru dibarengi dengan tumbuh suburnya fenomena dinasti politik. Reaksi atas pendekatan otokrasi-sentralistik Orde Baru juga menjadi bagian dari latar belakang meningkatnya dinasti politik khususnya di tingkat lokal. Ruang kekuasaan yang terbuka lebar memungkinkan penguasa politik lokal mengkapitalisasi modal dan sumber daya yang dimilikinya untuk melakukan kooptasi melalui mekanisme demokrasi tersebut. Keluarga dinasti politik tersebar mengisi jabatan-jabatan politik eksekutif maupun legislatif. Bila disederhanakan, ‘keluarga’ dan ‘kekuasaan’ adalah dua kata kunci yang relevan dalam menjabarkan fenomena ini. 

Kajian yang terkait dengan dinasti politik atau politik kekerabatan telah cukup banyak ditemui utamanya dalam rangka memahami faktor yang melatarbelakangi pembentukannya dan perkembangannya. Peluang yang dimiliki oleh kandidat politik yang berasal dari dinasti politik cenderung memiliki kemungkinan memperoleh kemenangan yang lebih besar dalam pemilu. Pandangan tersebut mengacu pada hasil penelitian terhadap dinasti politik di Amerika Serikat oleh Dal Bo et al (2009) dan Filipina oleh Querubin (2011) dan Mendoza et al (2012). Kandidat politik yang memiliki hubungan kekerabatan dengan petahana politik dimungkinkan untuk melanggengkan kekuasaannya melalui pembentukan dinasti politik dengan mempertimbangkan faktor modalitas politik yang lebih memadai. 

Keterbukaan sistem pemilu yang berorientasi pada kandidat juga menjadi faktor kunci kemunculan fenomena dinasti politik di berbagai wilayah, termasuk dengan yang terjadi di Jepang (Smith, 2012). Popularitas kandidat politik yang memiliki hubungan dengan dinasti politik menjadi nilai lebih dalam pemilihan umum. Dengan begitu faktor sistem pemilu tersebut juga berimplikasi pada berkembangnya fenomena dinasti politik dalam negara demokrasi. Keunggulan petahana untuk mengkapitalisasi sumber daya yang dimiliki berpadu dengan popularitas nama kandidat politik yang masih memiliki hubungan keluarga tersebut. Pada saat yang bersamaan, partai politik juga lantas memiliki ketergantungan kepada dinasti politik sebagai pendulang suara guna memastikan jumlah perolehan suara yang signifikan dalam pemilu. 

Dinasti politik selanjutnya dapat dipahami dalam beberapa dimensi yaitu waktu, jumlah dan kekuasaan. Pertama, dinasti politik ditinjau dari dimensi waktu merujuk pada kondisi dimana seorang politisi memiliki hubungan kekerabatan dengan politisi sebelumnya atau petahana politik (Dal Bo et al, 2009). Di sisi lain, dinasti politik dikatakan oleh Casey (2009) juga terjadi ketika terdapat hubungan darah dalam dua generasi kandidat pejabat politik.  Kedua, menurut Querobin (2011) dinasti politik bilamana diamati dengan dimensi jumlah dan kekuasaan diartikan sebagai upaya elite politik guna mempertahankan kekuasaannya melalui langkah monopoli kekuasaan politik oleh sekelompok keluarga. 

Dinasti politik yang terbentuk dalam memperebutkan kekuasaan lantas berpotensi mengaburkan substansi demokrasi. Berlindung di balik narasi “pengabdian kepada masyarakat” dan “melanjutkan program pembangunan”, dinasti politik seolah menjadi angin segar bagi wujud demokrasi. Nyatanya dominasi dinasti politik justru mengondisikan agar sirkulasi elite politik hanya berputar di satu keluarga atau kalangan tertentu saja. Dinasti politik sebagaimana dikemukakan oleh Querobin sebelumnya jelas adalah bentuk konkret langkah monopoli kekuasaan politik oleh sekelompok keluarga. Kondisi yang demikian ini diperparah dengan ketiadaan mekanisme pengawasan dan perimbangan (check and balance) yang memadai antar institusi. Hal tersebut mengawali sering ditemuinya kasus korupsi yang menjerat aktor dinasti politik. 

Permasalahan dinasti politik juga pada akhirnya akan menjadi permasalahan bagi pelembagaan partai politik. Sebagai kendaraan politik bagi dinasti politik untuk memperoleh dan mengokohkan kekuasaannya, partai politik kesulitan melaksanakan fungsinya rekrutmen politik terbuka dengan menekankan pada sistem meritokrasi yang mapan. Dinasti politik acap kali lebih dulu melakukan penguasaan terhadap partai politik yang memudahkan penentuan nominasi kandidat politik pada pemilu. Kendati demikian, dalam beberapa kasus dinasti politik tidak hanya mengandalkan satu partai politik saja melainkan lintas partai politik. Sehingga pada tataran tertentu dapat juga kita sebut sebagai upaya pengkerdilan partai politik. 

Menatap demokrasi Indonesia ke depan sepertinya masih akan terus menjadi ladang yang subur bagi elite dalam membangun dinasti politik. Fenomena dinasti politik pada pemilihan kepala daerah di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dalam kurun waktu tahun 2015 hingga 2018. Ditinjau dari keikutsertaan kandidat politik yang terafiliasi dinasti politik, terdapat 202 kandidat baik sebagai calon kepala daerah atau calon wakil kepala daerah dengan persentase kemenangan mencapai 57,8% (Kenawas, 2020). Terlepas dari bagaimana kualitas kepemimpinan pemimpin politik, tingginya angka ini secara tidak langsung mengartikan sebagian besar level pemerintahan daerah telah dikuasai oleh dinasti politik. Dengan demikian bukan tidak mungkin dinasti politik di tingkat lokal yang berkuasa hari ini akan menjadi dinasti politik di tingkat nasional kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Casey, Kimberly L. (2009). “Family Matters: The Prevalence and Effects of Political Families in National Politics.” Ph.D diss. University of Missouri. 

Dal Bo, Ernesto et al. (2009). “Political Dynasties.” The Review of Economic Studies, Vol. 76, No. 1, (Jan. 2009), pp. 115-142. 

Querubin, Pablo. (2011). Political Reform and Elite Persistence: Term Limits and Political Dynasties in Philippines. 

Mendoza, Ronald U et al. (2012). “Inequality in Democracy: Insights from an Empirical Analysis of Political Dynasties in the 15th Philippine Congress.” Philippine Political Science Journal, Vol. 33, No. 2: 132-145. 

Smith, Daniel Markham. (2012). “Succeeding in Politics: Dynaties in Democracies.” Ph.D diss. University of California. Perludem. Diskusi Virtual Perludem: Mencermati Dinasti Politik di Pilkada Bersama Yoes C. Kenawas. Youtube Video, 1:58:27. Diakses melalui https://www.youtube.com/watch?v=OnaN9y-16Nk

Visits: 44