
The Sick Man of Europe (Pesakitan Eropa), julukan tersebut tampaknya sudah tidak relevan lagi untuk menggambarkan politik ekonomi Turki. Turki telah mampu keluar dari krisis ekonomi dua yakni di tahun 1980-an dan 2001. Keberhasilan Turki keluar dari kemelut ekonomi membuktikan kepiawaian Recep Thayyib Erdogan di bawah Partai Keadilan Pembangungan Adalet ve Kalkınma Partisi (AKP) atau Justice and Development Party selama memimpinTurki. Dalam kepemimpinannya, Turki mulai bertransformasi dari negara ekonomi rendah menuju ekonomi menengah. Di samping itu, jika kita cermati berbagai konflik di Timur Tengah, maka kita melihat bahwa Turki sering melibatkan diri dan mengambil posisi sebagai mediator pada isu isu strategis di kawasan tersebut. Hal ini tidak lepas dari ambisi Turki yang ingin menjadi pusat grativasi Timur Tengah.
Penelitian – penelitian mengenai Turki menjelaskan keberhasilan Turki tidak lepas dari peran middle class sebagai penopang ekonomi poltik di negara itu. Ketertarikan mengenai middle class Turki berdasarkan metadata https://openknowledgemaps.org/ telah banyak diangkat yakni lebih dari 100 artikel membahas soal Kelas menengah atau eksistensi middle class Turki. Bahkan menurut (Combarnous, François et al., 2019: 3) istilah ‘kelas menengah’ sangat sering digunakan di Turki saat ini. Menurutnya, fenomena definisi kelas menengah secara global masih kontroversial karena masuk ke dalam konsep transdisipliner—Beberapa pendapat mendefinisikan ‘middle class’ dari pendapatan ekonomi, status sosial dan juga kebiasaan kosumeris.
Dikutip dari Matsuyama, 2002; Banerjee & Duflo, 2008 dalam ‘We are (the) Middle Class’ The new Turkish middle class: identification, behaviors and expectations menyebutkan kehadiran middle class penting bagi kemajuan suatu negara. Mereka memiliki kontribusi penting bagi pertumbuhan GDP. Menurut Combarnous, middle class Turki adalah kaum terdidik yang muncul pada dekade 80-an, berasal dari dua kubu yakni konservatif dan sekular yang mengadopsi nilai nilai pasar bebas dalam pandangan ekonominya. Dalam wawancara InMind Institute dengan ahli ekonomi Fithra Faisal pada Sabtu, 24 April 2021 pukul 10.00 wib, menjelaskan bahwa middle class ini adalah golongan yang sangat rasional.
“Middle class ini kan adalah golongan yang sangat rasional, golongan yang sangat skeptis, dan golongan yang sangat individualis, Jadi, what’s in itu for me. Apabila pemerintah bisa kemudian memberikan what’s in it for me, ya, dia akan didukung.”
Menurut Faisal, kelompok baru inilah yang membantu Turki dari krisis ekonomi dan mendukung kepemimpinan Erdogan.
“Perekonomian Turki mereka ini kan memang didorong oleh the growing middle class, peristiwa-peristiwa politik yang kemudian menggoyang Erdogan juga salah satunya gagal karena memang dukungan dari middle class.”
Dalam pandangannya, elit baru middle class ini berideologi pragmatis dan bukan kelompok relijius. Mereka mendukung siapa saja yang dirasa mampu meningkatkan perekonomian Turki dan Recep Tayyib Erdogan dalam pemerintahannya dianggap telah berhasil menunjukkan kemampuannya sehingga membawa Turki menjadi negara ekonomi menengah. Dalam satu dekade pendapatan Turki meningkat tiga kali lipat, pertumbuhan yang stabil selama beberapa dekade terakhir telah membawa Turki menjadi ekonomi berpenghasilan tinggi, kemakmuran telah dibagikan secara luas di seluruh kelompok pendapatan di masyarakat, dan ukuran kelas menengah berlipat ganda. Hal ini dipertegas dari Laporan Bank Dunia yang menyebutkan kondisi ekonomi Turki yang membaik:
- Tingkat pertumbuhan PDB tahunan rata-rata Turki adalah 4,5 persen antara 1960 dan 2012.
- Porsi kelas menengah Turki meningkat dari 18 persen menjadi 41 persen dari populasi antara 1993 dan 2010.
- Pendapatan 40 persen terbawah dari populasi Turki telah meningkat hampir pada tingkat yang sama dengan tingkat pertumbuhan populasi total, menunjukkan bahwa kemakmuran telah dibagikan secara luas ke seluruh kelompok pendapatan masyarakat.
The World Bank dalam laporannya (6 Apri 2021) menyebutkan sejak tahun 2000-an, kinerja pembangunan ekonomi dan sosial Turki sangat mengesankan, mengarah pada peningkatan lapangan kerja dan pendapatan serta menjadikan Turki sebagai negara berpenghasilan menengah keatas. Sepanjang tahun 2000-an, Turki memfokuskan diri pada proyek jangka panjang di segala bidang dengan mengurangi angka kemiskinan; menargetkan kelompok rentan dan daerah tertinggal, meningkatkan edukasi dan mengembangkan infrastruktur. Hasil yang dicapai sepanjang tahun 2002 – 2015 yakni kemiskinan berkurang sangat signifikan.
Selama masa ini, Turki mengalami urbanisasi dengan cepat, mempertahankan kerangka kebijakan ekonomi makro dan fiskal yang kuat, terbuka untuk perdagangan dan keuangan luar negeri, menyelaraskan banyak undang-undang dan peraturan dengan standar Uni Eropa (UE), dan sangat memperluas akses ke layanan publik. Itu pula memulihkan dengan baik dari krisis keuangan global 2008/09.
Gambar 1
Strategi – strategi yang dilakukan Presiden Erdogan yakni melakukan investasi infrastruktur, dukungan untuk perusahaan menengah, perluasan perdagangan regional, dan pengembangan sektor pariwisata telah meningkatkan kepercayaan masyarakat Turki dan menghasilkan dukungan besar dari berbagai elemen. Walau kritik terhadap Erdogan sebagai pemimpin otoriter menguat, namun kemajuan Turki di bawah kepemimpinannya telah diakui sehingga nilai tukar Turki di skala internasional pada hari ini melonjak. Disamping itu, keinginan Turki keluar dari konsep negara tradisionalis Islamis menjadi negara modernis dengan cita cita menjadi model negara demokrasi muslim terus diwujudkan. Turki di bawah pemerintah Erdogan giat melakukan serangkaian moderasi dan smart diplomacy di berbagai ranah. Perlu dipahami bahwa kepemimpinan Erdogan tidak terkait ideologi apapun termasuk islamisme. Dalam ekonomi misalnya, Erdogan dinilai menggunakan pakem neo-liberal yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi di atas segala-galanya. Sedangkan dalam pendekatan politiknya, Erdogan lebih bersifat populis dimana mewadahi berbagai kepentingan rakyat dari seluruh elemen terutama middle class. Hal ini dinyatakan oleh Pengamat Timur Tengah, Arya Sandhiyudha dalam wawancara bersama InMind Institute.
“Ekonominya itu tidak terkait langsung dengan ideological approachment. Jadi, ada yang menyebut sebagai istilahnya neo-liberal populism. Ya, kan. Jadi, secara ekonomi dia neoliberalist, tetapi secara pendekatan ideologi atau bahasa public rhetorism dia populis.”
Meninjau gaya kepemimpinan Erdogan, meski dalam imaji sebagai sosok muslim yang taat namun dalam politiknya, kedua pengamat di atas sepakat bahwa Erdogan berpolitik secara sekular. Ditegaskan kembali oleh Arya bahwa gerakan politik di Turki hanya ada dua ciri khas yakni assertive secularism dan passive secularism. Re-orientasi domestic politics dan re-orientasi foreign policy AKP inline dengan kejadian – kejadian ekonomi yang ada di Turki.
Unduh dokumen pada tautan berikut
Views: 192