Kesetiakawanan Sosial Masyarakat Indonesia: Tak Bertepi, Tak Berjarak

Direktur Riset dan Pusat Data InMind Institute Fitriyah Nur Fadilah, S.Sos., M.I.P. menuliskan bagaimana bantuan dari Indonesia tidak berhenti mengalir walaupun Indonesia hadapi musibah dari wabah coronavirus.

Di tengah derasnya wabah Covid, isu global dunia terpusat mengenai wabah ini. Perbincangan masyarakat terpusat mengenai bagaimana virus ini, pola penyebaran dan apa suplemen yang dapat dikonsumsi untuk memerangi virus ini ketika merasuk ke dalam tubuh. Perbincangan begitu massif, tidak hanya dalam laman-laman media massa, sosial media namun info-info juga memenuhi tiap grup Whatsapp masyarakat.

Info berupa artikel hingga video, hampir setiap hari betebaran. Tak ketinggalan, berbagai parodi seputar virus inipun ikit menyelip diantaranya. Sekedar memberi angin segar untuk meningkatkan ‘jiwa kewarasan’ di episode kecemasan akibat kebijakan isolasi diri dan social distancing yang diterapkan pemerintah.

Tak ada lagi kegiatan bersekolah atau berkuliah, bagi pelajar dan mahasiswa. Tak ada lagi arisan sana sini dan segala aktivitas para ibu. Bahkan, berkantorpun mesti dilakukan dari rumah bagi para pekerja. Ekonomi melambat, karena toko-toko terpaksa tutup. Pun tetap dibuka, gairah membeli lesu.

Masyarakat dalam kesendirian akibat kebijakan isolasi. Hanya dibatasi berinteraksi dengan keluar inti di rumah. Meski demikian, tak berarti tak ada interaksi antar masyarakat. Dalam laman sosial media, masyarakat saling berinteraksi. Saling menyapa, memberi kabar dan menyemangati satu dengan lainnya.

Bahkan kesetiakawanan sosial justru menjadi semakin erat. Ini dibuktikan ketika para tenaga medis kekurangan alat pelindung diri (APD) ketika harus bertatap muka dengan pasien terdampak Covid, masyarakat dengan sigap turun membantu. Mulai dari artis, influencer, lembaga-lembaga kemanusiaan, semua turut bersatu padu. Menggalang dana, untuk pahlawan garda terdepan pandemi yang mendunia ini.

Meski tentunya kita pahami, ada pihak yang lebih bertanggung jawab untuk menanggung biaya pembelian APD ini. Namun tampaknya rakyat Indonesia mengerti, bahwa bersatu padu menyingsingkan lengan sendiri lebih berarti saat ini, ketimbang menunggu ‘pihak’ yang sepertinya tengah ongkang-ongkang kaki. Atau bingung, kemana mesti meniti jalan untuk solusi pandemi.

Kedermawanan sosial Indonesia juga kembali terbukti. Bahwa di tengah himpit jeritan penguasanya yang tak keruan menata kebijakan soal wabah yang masih berkelanjutan, ada uluran tangan yang tetap terulurkan untuk sahabat jauh di ujung sana: Palestina.

Wabah Covid yang merebak di setiap negara, hampir nyaris membuat masing-masing negara sibuk dengan dirinya sendiri. Tiap keluarga sibuk dengan keluarganya sendiri. Tiap-tiap insan, merasa was-was akan keselamatannya sendiri. Seketika, sebagian manusia menjadi egois, dalihnya realistis.

Tapi, tidak dengan Indonesia. Di tengah hiruk pikuk kesemrawutan kebijakan penguasanya. Tarik menarik kebijakan, antara kalkulasi hitungan kematian dan kalkulasi angka-angka profit ekonomi. Masyarakatnya, memiliki kesetiakawanan sosial yang luar biasa pada saudara lain di bumi belahan sana: Palestina. Dana-dana kemanusiaan tetap mengalir, membantu saudara mereka yang tidak hanya dilanda kemiskinan, kelaparan dan berbagai penderitaan kemanusiaan, namun tengah menghadapi ancaman virus yang sama: Covid 19.

Jika kita disini menghadapi ancaman soal fasilitas rumah sakit dan tenaga medis yang kurang, seandainya lonjakan angka pasien yang mengidap virus ini tidak dibuat melambai. Maka mereka menghadapi situasi yang lebih mencekam. Sebab tak ada rumah sakit yang akan mampu menampung, jika warga terkena pandemi. Sudah lama rumah sakit diluluhlantakkan oleh penjajah tak berhati. Pun tersisa, jumlahnya jauh dari kata mencukupi. Tak banyak alat-alat kesehatan yang berfungsi. Itupun telah melampaui kemampuannya untuk merawat yang sakit, bahkan tanpa adanya pandemi.

Berbagai sumber merilis bahwa virus itu akan mati sendiri, dengan makanan bergizi dan vitamin yang mencukupi. Sehingga kita setiap hari hanya perlu mengisi perut dengan berbagai panganan sehat, aneka ragam buah kaya vitamin dan suplemen berdosis tinggi. Namun, bagaimana mereka akan mendapatkan itu semua, jika tanpa pandemi saja tingkat kekurangan gizi mereka sangat tinggi. Makanan sehat sulit untuk didapati. Air bersih saja sulit untuk ditemui.

Jika kita disini membuat rumah sakit darurat, untuk tambahan pasien yang tiap hari makin bertambah. Namun mereka, baru saja mendirikan klinik darurat sederhana beralaskan terpal, langsung dihancurleburkan oleh yang kita tahu bersama siapa dia. Sungguh sulit penghidupan disana.

Tetapi bersyukurlah kita semua, kesetiakawanan masyarakat Indonesia berada di puncak tertinggi hubungan antar manusia : itsar. Mendahulukan kepentingan saudaranya diatas kepentingannya sendiri. Tetap membantu, meski tengah berkesusahan. Hingga kini, Adara Relief International mencatat, masih bergulir dana bantuan untuk bahan pangan, kesehatan, anak yatim dan pendidikan, untuk saudara kita di Palestina.

Kitapun tak perlu khawatir dengan tetap mengalirnya bantuan ini untuk negara lain, bukankah Allah sendiri yang menjamin, tidak akan berkekurangan orang yang memberi kepada sesama. Bahkan berlipatganda. Allah juga menjamin dihindarkannya dari segala marabahaya.

Bersyukurlah kita, meski wabah tengah menimpa, masih ada saudara-saudara kita yang masih peduli sesama. Sesama saudaranya sebangsa, sesama saudaranya seagama. Semoga itu semua bisa menolong bangsa ini menghadapi bangsa ini selamat dari wabah corona 19 ini. Bersyukurlah kita, sebab kesetiakawanan sosial masyarakat Indonesia tak bertepi, tak berjarak.

sumber gambar: https://www.besttangsel.com/adara-kembali-kirim-bantuan-untuk-pengungsi-palestina/

Views: 69