Indonesia, Pimpinlah Dunia Tolak Okupasi Israel

Direktur Riset dan Pusat Data InMind Institute Fitriyah Nur Fadilah, S.Sos., M.I.P. menuliskan strategi yang dapat dilakukan Pemerintah Indonesia dalam mendukung kemerdekaan Palestina.

Langkah pemerintah Indonesia yang menyurati 30 negara dunia terkait rencana okupasi wilayah Tepi Barat oleh Israel layak mendapat apresiasi. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah Indonesia terkait isu Palestina. Pemerintah mampu untuk bersuara secara lantang untuk Palestina di dunia internasional, sebelum ada desakan dari masyarakat. Namun sejatinya, penolakan terhadap upaya aneksasi ilegal Israel terhadap Tepi Barat harus dilakukan dengan sejumlah langkah-langkah konkrit dari pemerintah Indonesia. Agar Indonesia tidak mendapat stigma normatif, baik dari kalangan negara sahabat atau bahkan masyarakat Indonesia sendiri.

Sebagaimana kita ketahui, upaya aneksasi Israel terhadap Tepi Barat telah lama direncakanan oleh Israel. Di awal tahun 2019 Israel dengan menggandeng sekutunya AS, menawarkan perjanjian Deal of Century kepada Palestina yang agenda utamanya adalah menganeksasi wilayah Tepi Barat sebagaimana tertera dalam perjanjian Oslo. Perjanjian ini dianggap lelucon oleh dunia karena dibuat tanpa menyertakan keterlibatan Palestina, sebagai pihak yang tertera dalam perjanjian.

Berbagai kalangan menilai bahwa Deal of Century hanya sekedar gimmik politik Netanyahu dan Trump belaka karena keduanya hendak mengikuti Pemilu. Sebagian pengamat menilai, Netanyahu sekedar ingin menaikkan elektabilitasnya dalam pemilu yang sempat melorot akibat kasus korupsi yang menyandung dirinya. Adapun keberhasilan Deal of Century untuk menjadi sebuah perjanjian yang direalisasi akan jauh panggang dari api.

Berdasarkan survey yang dilakukan di Israel, 68 persen warga Israel mendukung aneksasi Tepi Barat dan Lembah Yordania. Sebanyak 67 persen menentang berdirinya negara Palestina dan 57 persen konstituen parta Likuid menyatakan tidak akan mendukung partai tersebut di pemilu jika Netanyahu mengakui Palestina.

Strategi untuk pemenangan pemilu Netanyahu berhasil. Netanyahu kembali terpilih menjadi perdana menteri Israel untuk ketiga kalinya meski tersangkut kasus suap, penipuan dan pelanggaran kepercayaan. Paska kemenangannya pada Maret 2020 lalu, ia bersikeras untuk segera merealisasikan salah satu janji kampanyenya untuk merampas tanah Palestina di wilayah Tepi Barat. Meski sebagian negara sekutunya menolak rencana ini, sekaligus bertentangan dengan hukum internasional yang berlaku, Netanyahu tetap kukuh pada aksinya.

Terkait rencana ini, Netanyahu bahkan didukung oleh mantan rivalnya Benny Grantz yang semula menolak aneksasi tersebut. Gantz selaku Menteri Pertahanan Israel, sebelum 18 bulan mendatang akan menggantikan Netanyahu memerintahkan kepada militer Israel untuk bersiap-siap terkait rencana okupasi yang akan dilakukan pada Juli mendatang.

Di saat dunia tengah menghadapi pandemi Covid 19, namun penindasan Israel terhadap Palestina tidak pernah berhenti meski sesaat. Di saat dunia, melakukan jeda sejenak, mengisolasi diri, menghentikan proses industrialisasi juga sejumlah aktivitas ekonomi dan menutup diri untuk mereduksi penyebaran pandemi. Israel justru melakukan bergerak dalam senyap, bagai pencuri yang mencuri dalam gelap dan sunyinya malam.

Dunia boleh tengah hiruk pikuk dengan urusan pandemi, namun upaya aneksasi Israel atas Palestina tidak akan pernah berhenti sedetikpun. Israel paham, situasi pandemi ini merupakan situasi yang tepat untuk melakukan aksi pencurian wilayahnya. Israel paham bahwa pandemi Covid 19 ini telah memukul telak perekonomian seluruh dunia, termasuk negara-negara Timur Tengah yang selama ini menjadi negara yang mendukung kemerdekaan Palestina. Selain akibat pandemi, perekomian negara-negara petro dollar ini juga melemah akibat turunnya harga minyak dunia sebagai konseskuensi perang minyak antara Saudi dengan Rusia. Demikian pula kondisi negara-negara sahabat Palestina yang selama ini memberikan bantuan terhadap Palestina. Pandemi Covid 19 telah mengantarkan mereka dalam posisi yang dilematis karena permasalahan perekonomian dalam negeri.

Oleh karenanya, Israel paham bahwa momen terbaik untuk melakukan pencurian wilayah adalah di masa-masa ini. Saat dunia teralihkan akibat masalah pandemi. Tanpa pandemi saja Palestina sudah berkesusahan, apalagi dengan adanya pandemi. Ditambah lagi dengan tiadanya kesatuan pandangan politik antara kelompok-kelompok politik yang ada di Palestina. Hal ini semakin melemahkan Palestina.

Usaha penghancuran Israel di wilayah Tepi Barat juga tidak banyak berubah karena pandemi, bahkan intensitasnya meningkat sejak pengumuman sepihak Israel untuk mengokupasi wilayah Tepi Barat. Berdasarkan data dari OCHA, di semester pertama tahun 2020 Israel telah melakukan penghancuran 294 bangunan di wilayah Tepi Barat, termasuk lahan pertanian, rumah dan berbagai bangunan lainnya. Sejak bulan Januari hingga Juni di tahun 2020, angka penghancuran mencapai posisi tertinggi di bulan Juni mencapai 78 penghancuran. OCHA mendata sebanyak 335 orang terusir akibat kebijakan penghancuran ini.

Oleh karenanya untuk mencegah terjadinya aneksasi wilayah Tepi Barat oleh Israel, pemerintah Indonesia harus melakukan sejumlah tindakan strategis yang dapat mempengaruhi kebijakan Israel. Pertama, berkoordinasi dengan negara-negara OKI dan juga negara-negara sahabat terkait langkah-langkah strategis yang harus dilakukan untuk menghentikan upaya okupasi Israel. Pengiriman surat kepada negara-negara sahabat tidak cukup kuat untuk membuat Israel menghentikan langkahnya. Indonesia harus mampu melakukan hal-hal konkrit dan strategis terkait hal tersebut.

Langkah stategis ini misalnya, meski Indonesia tidak menjalin hubungan bilateral dengan Israel, namun Indonesia bisa menekan agar negara-negara sahabat yang memiliki hubungan bilateral dengan Israel untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel jika aneksasi terhadap wilayah Tepi Barat masih tetap dilakukan. Indonesia, sebagai negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel dapat memberikan contoh bahwa tidak ada kerugian yang nyata tanpa adanya hubungan diplomatik dengan Israel. Sebaliknya, pemutusan hubungan diplomatis terhadap Israel dapat berkontribusi besar bagi terciptanya keadilan dan kemerdekaan bagi Palestina.

Kedua, melakukan dan menyerukan aksi BDS (boikot, divestasi dan sanksi) terhadap produk-produk yang mendukung dilakukannya okupasi wilayah Tepi Barat. Jika kita merujuk laman website Gerakan BDS, kita dapat menemukan sejumlah perusahaan yang terbukti nyata mendukung bahkan memberikan dana bagi terbentuknya pemukiman illegal di wilayah Tepi Barat. Tidak hanya itu, adapula perusahaan komputer yang menyuplai perangkat berat yang digunakan militer Israel dan menyediakan pusat data untuk polisi Israel yang sehingga berdasarkan data tersebut memungkinkan dilakukannya tindakan rasial dan politik apartheid.

Oleh karenanya aksi BDS menjadi sangat penting untuk dilakukan agar perusahaan-perusaaan yang memberikan suplai ekonomi kepada Israel dalam melakukan okupasi menghentikan bantuan mereka. Agar massif dan memberikan dampak yang besar terhadap Israel, pemerintah perlu turut serta mengawal hal ini. Bahkan memastikan bahwa perusahaan yang terkait tidak menjadi supplier terhadap pengadaaan barang keperluan pemerintah Indonesia.

Ketiga, menyerukan gerakan isolasi global terhadap Israel. Saat ini negara-negara di dunia telah melakukan isolasi di negaranya masing-masing terhindar dari virus Covid 19 yang berbahaya. Jauh sebelum pandemi ini, Palestina (Gaza) telah terisolasi selama 14 tahun akibat kebijakan sepihak dari Israel. Pemerintah harus mengupayakan tindakan serupa dari seluruh negara dunia, agar Israel menjadi terisolasi dan terkucilkan dari dunia internasional dan  menghentikan okupasi semena-menanya yang bertentangan dengan hukum internasional yang berlaku.

Keempat, mengajak seluruh elemen bangsa untuk mendukung upaya pemerintah dengan melakukan gerakan-gerakan dukungan masyarakat melalui media sosial ataupun bentuk lainnya. Kematian seorang warga negara AS yang berkulit hitam telah membangkitkan semangat warga dunia untuk menghentikan tindakan rasialisme yang terjadi di AS. Pada saat yang sama, tidak hanya rasialisme tetapi juga penjajahan telah dilakukan di Israel. Tidak hanya satu, tetapi ratusan bahkan ribuan nyawa, termasuk anak dan perempuan telah dihilangkan secara paksa di Palestina. Sehingga tidak hanya tagar #blacklivesmatter yang harus digaungkan, namun tagar #allivesmatter dan #palestinelivesmatter perlu digaungkan bersama.

Sebagai sebuah bangsa yang menolak keras terhadap penjajahan, sebagaimana amanat pembukaan konstitusi, Indonesia perlu berlaku tegas terhadap isu Palestina. Apalagi jika mengingat hutang pengakuan kemerdekaan yang diberikan oleh Palestina pertama kali, sebelum negara-negara lain memberikan pengakuan. Indonesia harus mampu menjadi motor penggerak terhadap penolakan okupasi Israel terhadap wilayah Tepi Barat. Indonesia harus mampu memimpin dunia untuk menolak aneksasi semena-semena yang dilakukan Israel.

sumber gambar: https://minanews.net/jokowi-tegaskan-abbas-pentingnya-persatuan-internal-palestina/

Visits: 67