Warisatul Hasanah, Perempuan Milenial Pencipta Batik Aromaterapi

Penulis: Zainal C. Airlangga, Peneliti InMind Institute.

Batik aromaterapi Al-Warits milik Warisatul Hasanah (34 tahun) telah merambah pasar ekspor dunia. Foto/dok: Yakob Arfin.

Inspirasi bisa datang dari mana saja, tak melulu dari kisah orang terkenal. Itu pula yang saya petik dari pertemuan dengan Warisatul Hasanah (34 tahun), di sebuah gerai batik miliknya di Bangkalan, Madura, pada Maret 2022. Di sela kunjungan untuk keperluan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), saya berdiskusi dengan Waris, begitu ia biasa disapa, yang merintis usaha batik leluhur sejak ia duduk di bangku kuliah di Surabaya.

Waris termasuk segelintir anak muda milenial yang setia menjaga batik leluhur, lalu mengolahnya dengan citarasa kekinian. Namanya memang tak sepopuler tokoh perempuan Indonesia seperti Kartini, Puan Maharani, ataupun I Gusti Ayu Bintang Darmawati. Meski begitu, sosok Waris tak kalah penting. Ia hadir sebagai “orang biasa” namun dengan inovasi luar biasa. Dari tangannya, kain batik beraroma khas rempah Nusantara memikat dunia.

Kisahnya bermula saat Waris menghadiri Auditing Student Program di Australia, 2008 lalu. Kampusnya mengutus Waris belajar bisnis internasional selama 10 hari. Ketika itu ia masih kuliah semester 2. Waris mengamati museum di Australia yang menampilkan berbagai benda bernilai tinggi dari banyak negara. Namun, tidak ada yang memajang batik sebagai warisan khas Indonesia. Di sana hanya terpampang kayu cendana. Kemudian, Waris bertanya mengapa tidak ada batik? Jawaban orang Museum Australia, yakni karena proses pembuatan batik itu kotor dan bau menyengat, sedangkan kayu cendana wangi.

Dari situlah Waris memutar otak bagaimana caranya agar batik dapat diterima. “Jika batik bisa mengeluarkan aroma wangi, pastilah bisa diterima,” begitu pikir Waris saat itu. Sekembalinya ke Tanah Air, Waris berdiskusi dengan dosen kampusnya dan mempelajari seluk beluk batik leluhurnya di Bangkalan untuk membuat batik yang wangi dan berbeda dari yang sudah ada. Setelah setahun bereksperimen, akhirnya ia menemukan formula batik yang memiliki aroma harum yang bisa bertahan lama meski telah dicuci berkali-kali. Ini menandai lahirnya batik aromaterapi. Usaha batiknya pun diberi label “Al-Warits”.

Batik Aromaterpi Al-Warits, Pertama di Dunia

Sepintas tak ada yang berbeda dari batik buatan Waris dengan batik lainnya. Namun aroma khas rempah-rempah menjadi pemanis dan pembeda batik miliknya, selain corak flora dan fauna yang memang menjadi trademark batik Bangkalan. Ia ingin ketika konsumen mencium aroma batik, ada efek psikologi yang terasa seperti rileks dan percaya diri. Ia juga ingin aroma itu membawa ingatan orang yang menciumnya pada Indonesia. Inilah keunggulan batik aromaterapi Al-Warits yang sekaligus satu-satunya dan pertama di dunia.

“Aroma itu berasal dari kayu gaharu, kayu cendana, 3 jenis bunga (mawar, melati, dan cempaka) serta cengkih. Sekarang sudah berkembang beberapa varian lain mulai dari stroberi, jeruk, sedap malam, dan eksotik. Aromanya bisa tahan hingga empat tahun lamanya,” katanya dengan dialek Madura yang kental.”

Cara pembuatan batik aromaterapi Al-Warits pun tak meninggalkan teknik tradisional sebagaimana yang dilakukan pembatik Bangkalan sejak ratusan tahun lalu, yakni teknik “Batik Gentongan”. Batik Gentongan adalah batik yang proses pewarnaannya menggunakan pewarna alami dengan cara merendam kain batik di dalam gentong yang terbuat dari tembikar. Sementara itu, untuk memberikan aroma wangi dari kain batik digunakan minyak Camplong khas Madura dengan teknik perendaman sebanyak 4 kali sehingga aroma wanginya menyatu dengan kain dalam waktu yang lama. Selain itu, batik juga harus direbus, dikukus sampai airnya mengering, hingga diratus agar wanginya awet.

Batik aromatherapi Al-Warits terdiri atas batik tulis dan batik cap. Batik aromaterapi ini berupa kain dengan panjang 1,2 meter x 2,25 meter. Lamanya proses produksi, terbatasnya bahan baku, dan nilai seni dari setiap corak itulah yang menjadi faktor pertimbangan Waris dalam menentukan harga jual. Batik cap dibanderol dengan harga Rp60.000–Rp100.000 per potong, sedangkan batik tulis biasa dijual dengan harga Rp100.000–Rp5 juta. Khusus batik aromaterapi dijual mulai Rp300.000 – Rp30 juta. Variasi produk lain yang dijual ialah hijab dan peci. Omzet yang didapat Al-Warits bisa mencapai miliaran rupiah per tahun, bahkan pada 2014 omzetnya hingga Rp5,3 miliar.

Tak hanya di dalam negeri, batik aromaterapi diminati dan merambah pasar luar negeri seperti Amerika Seriakt, Arab Saudi, Belanda, Malaysia, Singapura, hingga Korea. Namun, saat Pandemi menerjang di tahun 2020, usahanya ikut terpukul. Produksi batik Al-Warits turun hingga 90 persen. Kini (sejak Maret 2022), Waris dan perusahaannya mulai bangkit lagi. Pesanan batik aromaterapi Al-Warits pun perlahan kembali ke jalurnya.

Me-waris-kan Inspirasi

Waris, perempuan inspiratif dari Bangkalan mampu membuktikan bahwa menjadi perempuan juga dapat mengambil bagian untuk memajukan bangsa. Bahkan lebih dari itu, ia mengharumkan Indonesia di mata dunia lewat inovasi batik yang tidak biasa, memberikan value edit. Dari yang terkesan klasik menjadi batik modern dengan aroma khas yang disukai masyarakat domestik dan mancanegara. Waris sekaligus berhasil mengangkat kembali batik leluhur Tanjung Bumi Bangkalan yang sebelumnya tak tersentuh inovasi.

Ia juga menginspirasi generasi milenial untuk lebih mencintai dan menggeluti batik. Dulu, batik sebagai warisan adiluhung budaya asli Indonesia kerap diidentikan dengan orang tua. Maklum dari pengrajin hingga pengguna, dauhulu umumnya dilakukan generasi tua. Desain yang ada masih itu-itu saja, sehelai kain panjang atau kemeja. Wajar jika kemudian muncul anggapan batik adalah old fashion.

Namun, sejak batik ditetapkan sebagai warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009 lalu, desain batik mengalami perubahan drastis. Tak lagi sekadar kain, batik kemudian menjelma dalam beberapa rupa busana. Penggunanya pun beragam. Banyak anak muda yang tertarik mengenakan batik, dipadukan dengan busana lain. Meskipun dalam hal sebagai pembatik atau pengusaha batik, masih belum banyak dari kalangan anak muda milenial ini. Beruntung, Waris melalui kreasi batik aromaterapi menambah daftar creative minority sebagai pengusaha dan pembatik perempuan milenial yang kreatif. Dengan pamor ini, jejak Waris bisa menginspirasi generasi milenial lainnya untuk berbuat lebih “dari, dengan, dan untuk” batik.

Dari segi perjuangan hidup, Waris pun patut dicontoh. Meski berasal dari keluarga kurang mampu dan masih berkuliah, ia sudah bertekad untuk memulai usaha. Dia ingin memiliki penghasilan sendiri, karena ingin sekolah tanpa membebani orang tua. “Modalnya waktu itu KTP. Orang tua jual batik kecil-kecilan, saya ambil untuk contoh. Kalau ada yang mau, saya ambil batiknya, lalu tinggalkan KTP ke penjual batiknya langsung,” kenang perempuan kelahiran 10 Maret 1988 ini.

Tak hanya KTP, Waris juga pernah menggadaikan motor kesayangannya demi mempunyai modal sendiri. Dari uang yang terkumpul itulah, dia mulai membuat batik. Setiap pulang kuliah, ia mendatangi pengrajin batik-batik leluhurnya di Bangkalan untuk mempelajari lebih detail. Ia juga belajar pada produsen pembuat wewangian aromaterapi di Surabaya. Ia lalu meracik formula bahan-bahan pewangi untuk batiknya. Setelah beberapa kali uji coba, ia menemukan formula yang pas supaya batik tetap cerah meski diberi aromaterapi. Tetapi muncul persoalan baru. Kain batik jadi berjamaur setelah enam bulan. Waris pun mencoba lagi sampai akhirnya menemukan komposisi yang tepat menghasilkan batik aromaterapi sesuai harapannya.

Usahanya saat itu belum berjalan mulus, ada trial and error yang harus ia lewati dengan penuh ketegaran. Beberapa tahun berselang, jalan panjang akhirnya membawa Waris mencicipi manisnya skala ekspor. Gerainya tak hanya berada di sejumlah daerah, tetapi juga di Malaysia dan Singapura. Dalam menjalankan usahanya, Waris bekerjasama dengan ratusan pengrajin batik yang ada di daerahnya. Selain itu, ia juga mempekerjakan 17 karyawan. Di sini, Waris turut memberdayakan masyarakat sekitar dan menggerakan ekonomi lokal.

“Tidak hanya produk saya yang saya jual. Saya bekerjasama dengan pengrajin batik di Madura. Produk mereka saya jualkan, membawa nama seluruh pengrajin batik di Madura,” pungkasnya.

Berkat ketekunan dan inovasinya, kini ia dikenal sebagai pengusaha muda perempuan yang sukses. Berbagai penghargaan pernah diterimanya, mulai dari juara nasional Wirausaha Mandiri dari Bank Mandiri (2013), Diplomat Succes Chalenge dari Wismilak Foundation (2015), Creative Woman of The World dari Amerika Serikat (2016), hingga beasiswa program master di Chicago University (2017). Selain itu, ia tercatat sebagai ketua IKM (Industri Kecil Menengah) Bangkalan yang berupaya membantu dan melejitkan usaha-usaha kecil di wilayahnya.

Akhirnya, kita layak berdecak kagum karena Waris telah mewariskan inspirasi bagi anak bangsa, utamanya kaum perempuan, tentang ketekunan dan kreativitas tanpa batas. Satu quote favorit Waris yang diambil dari ungkapan tokoh kebanggannya, Khofifah Indar Parawansa (kini Gubernur Jawa Timur), terus menjadi pelecutnya hingga kini: “Menjadi orang hebat itu penting. Menjadi orang kuat juga penting. Tapi orang hebat dan orang kuat akan terkalahkan oleh orang yang kreatif dan inovatif.” ***

Visits: 312