Hambatan Desentralisasi Memenuhi Kebutuhan Daerah Menurut Smith

Direktur Riset dan Pusat Data InMind Institute Fitriyah Nur Fadilah, S.Sos., M.I.P. merangkum berbagai hambatan desentralisasi menurut Brian C. Smith dalam bukunya yang berjudul Decentralization: The Territorial Dimension of The State.

Kebijakan desentralisasi yang dilakukan oleh negara berkembang bertujuan untuk pembangunan ekonomi, sosial, dan politik. Menurut Smith, secara ideologis desentralisasi ini memang sangat dibutuhkan untuk mewujudkan goal-goal di atas namun dalam praktek yang terjadi di lapangan, apa yang menjadi harapan bagi pemerintahan di negara berkembang terhadap desentralisasi tidak menjadi kenyataan. 

Pada dasarnya penekanan kebijakan program desentralisasi mengacu pada desentralisasi demokratis di mana “pembangunan dipandang sebagai kebutuhan sebuah ukuran otonomi politik yang harus diserahkan kepada lembaga dimana orang lokal dapat berpartisipasi dan mengawasinya.” Akan tetapi pada kenyataannya menurut Wickwar, ada ‘benang tak terputus’ antara sejarah pemerintahan lokal modern dengan tradisi ‘warisan perusahaan’ dan desentralisasi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang. 

Janji Desentralisasi 

Jika merunut kebelakang, kebijakan desentralisasi ‘menjanjikan’ sejumlah harapan bagi setiap negara yang mengimplementasikannya. Pertama, gagasan desentralisasi demokratis dianggap cara yang efektif untuk memenuhi kebutuhan lokal tanpa melalui perencanaan terpusat. Desentralisasi dirancang untuk mencerminkan kondisi lokal yang unik dalam rencana pembangunan dan pelaksanaannya. 

Kedua, desentralisasi terlihat sangat relevan untuk memenuhi kebutuhan penduduk miskin. Kebijakan ini dibutuhkan terlebih untuk memberikan peluang kepada masyarakat pedesaan ikut berpartisipasi dalam politik. Dari berbagai studi yang dilakukan di negara berkembang seperti Sudan dan Tanzania, pemerintahan lokal dapat memenuhi kebutuhan untuk menghapus kemiskinan dan juga menciptakan pemerintahan yang berada di tangan massa. 

Ketiga, desentralisasi dilakukan sebagai upaya meningkatkan akses kepada badan-badan adminsitrasi. Keempat, partisipasi masyarakat yang terbentuk akibat kebijakan desentralisasi dianggap mampu untuk melunakkan perlawanan terhadap pembangunan dan perubahan sosial. Desentralisasi dianggap sebagai saluran saran dari desa sehingga dukungan untuk pembangunan dapat dimobilisasi oleh kebijakan ini. Kelima, desentralisasi mengurangi kemacetan kebijakan di pusat. Keenam, ada kepercayaan yang memandang bahwa untuk memperkuat persatuan nasional dibutuhkan demokrasi lokal karena hal itu digunakan untuk memuaskan aspirasi kelompok minoritas.

Kinerja

Namun demikian pengalaman desentralisasi di negara-negara berkembang dapat dikatakan jauh dari harapan. Kualitas dari partisipasi lembaga desentralisasi amat mudah mendapat kooptasi dari atas. Ada kecenderungan mengganti lembaga daerah oleh keputusan dari pemerintah pusat. Selain itu ketergantungan pemerintah daerah terhadap perantara dari tingkat pemerintah yang lebih tinggi untuk tenaga adminsitrasi sering menyebabkan timbulnya konflik antara para pejabat pusay yang ditempatkan di daerah dengan politisi lokal. 

Faktor lain yang memperburuk kinerja kebijakan desentralisasi di negara-negara berkembang menurut Smith adalah tingkat kemiskinan administrasi oleh pemerintah setempat. Kekurangan tenaga terlatih, kesulitan koordinasi antara daerah dengan pusat, dan rendahnya kemampuan managerial maupun profesional menyebabkan kurangnya efektivitas lembaga lokal. Hingga pada akhirnya desentralisasi tidak akan berfungsi tanpa adanya ketergantungan fiskal dari pusat.

Mitos Desentralisasi

Smith melihat bahwa pelaksanaan kebijakan desentralisasi mutlak untuk dievaluasi agar sesuai dengan tujuan semula. Bahkan menurutnya sentralisasi mutlak dapat menjadi strategi jika mengarah kepada keadilan wilayah atau redistribusi kekayaan. Sebab berdasarkan fakta-fakta yang ada, di Pakistan misalnya, kontestan untuk jabatan politik di desa didasarkan pada garis keturunan tertua. Aliansi maupun dukungan politik tergantung pada status ekonomi, terutama kepada kepemilikan tanah. Kecilnya hak istimewa anggota masyarakat tidak dapat membentuk mayoritas pemilih hanya berdasarkan kepentingan bersama kelas mereka. Sebaliknya, masyarakat dibagi berdasarkan hubungan transaksional dengan individu kuat di antara mereka.

Tulisan Smith mengenai hubungan antara desentralisasi dan pembangunan ini dapat dikatakan kurang terfokus. Pada awal tulisannya Smith memang telah menjabarkan mengenai tujuan-tujuan desentralisasi dan juga implementasinya yang melenceng dari harapan namun pada pemaparan selanjutnya, Smith tidak memiliki sistematika yang jelas sehingga ada beberapa argumentasinya yang diulang beberapa kali di bagian-bagian akhir, padahal pada bab awal dia telah tulis.

Jika melihat gambaran desentralisasi yang terjadi di Indonesia, dapat dikatakan bahwa harapan-harapan terhadap kebijakan desentralisasi yang dilakukan pasca Reformasi tidak banyak membawa perubahan ekonomi, sosial, dan politik pada tingkat lokal. Contoh kekiniannya adalah dinasti politik yang terjadi di Banten. Terbentuknya Banten menjadi satu provinsi tersendiri tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap kesejahteraan rakyat Banten. Tingkat kemiskinan di daerah-daerah pedesaan masih tinggi bahkan tingkat kemiskinan di tahun 2013 mencapai 5,74 persen. Angka ini naik jika dibandingkan dengan tingkat kemiskinan di tahun 2012 yang mencapai 5,71 persen. 

Dalam bidang politik, kebijakan desentralisasi Banten justru mempermudah bagi elit lokal dalam hal ini keluarga Ratu Atut untuk membuat dinasti politiknya. Selain dirinya yang sempat menjabat sebagai Gubernur Banten, berbagai keluarganya juga tercatat pernah menjabat sebagai pejabat di berbagai tingkat daerah. Hikmat Tomet (suami Atut) misalnya menjadi anggota DPR. Begitu pula dengan kerabat lainnya semisal, Andhika (anak pertama Atut) terpilih menjadi anggota DPD yang berasal dari Banten, Ade Rosi (menantu Atut) menjadi Wakil Ketua DPRD Kota Serang dan Ratu Tatu (adik) menjadi Wakil Walikota Serang. 

Berdasarkan fakta kondisi di Indonesia saat ini, benarlah argumentasi yang diutarakan oleh Smith mengenai kebijakan desentralisasi. Begitu besarnya pemujaan terhadap kebijakan desentralisasi sehingga menciptakan mitos bahwa desentralisasi sebagai jalan satu-satunya untuk tercapainya pemerataan kesejahteraan di daerah. Kemudian pemberlakuan kebijakan ini dilakukan tanpa evaluasi dan pengawasan yang membuat praktik desentralisasi melupakan salah satu tujuan awal dari adanya desentralisasi, yakni memenuhi kebutuhan lokal.

sumber gambar: https://mmc.kalteng.go.id/berita/read/5784/dprd-prov-kalteng-gelar-rapat-paripurna-ke-6-masa-persidangan-i-tahun-sidang-2019

Views: 89