Propaganda Haji Misbach dalam Menunjukkan Islam Mendukung Komunis

Direktur Riset dan Pusat Data InMind Institute Fitriyah Nur Fadilah, S.Sos., M.I.P. merangkum upaya Haji Mohamad Misbach menggaungkan Islam mendukung gagasan Partai Komunis Indonesia (PKI) menurut Takashi Shitaishi dalam bukunya Zaman Pergerakan Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926

Dalam bukunya, Takashi Shiraishi mengupas mengenai pemikiran Misbach mengenai Islam dan komunisme. Misbach atau H. Muhammad Misbach tadinya merupakan anggota Serikat Islam (SI) dan juga Muhamadiyah namun kemudian di akhir tahun 1922 ia keluar dari Muhamadiyah. Kemudian pada Maret 1923 ia keluar dari SI dan memutuskan untuk menjadi ahli propaganda Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Serikat Islam (SI) Merah. Peranan Misbach sangat besar terhadap perkembangan PKI, khususnya wilayah Surakarta akibat dari konsepsinya mengenai Islamisme dan Komunisme yang ia satukan namun pihak Belanda menganggap Misbach berbahaya sehingga Hindia Belanda kemudian mengasingkan Misbach ke Manokwari pada bulan Juli tahun 1924.

Pada mulanya ketika baru dibebaskan dari penjara di tahun 1922, menurut Takashi Shiaraishi, Misbach masih bersikap netral terhadap persaingan yang dialami antara SI dan PKI. Pada beberapa saat ia masih berkumpul dengan Tjokroaminoto yang merupakan pimpinan SI ataupun dengan Semaun dari PKI namun perpecahan yang semakin meruncing antara SI dan PKI menyebabkan Misbach harus menentukan sikapnya. Jurnal-jurnal yang dipegang oleh Misbach sebelum masuk penjara seperti Medan Moeslimin dan Islam Bergerak pada awalnya mendukung SI dan Muhamadiyah karena di dalamnya diisi oleh orang-orang yang mendukung kedua institusi tersebut. Akan tetapi pada akhirnya setelah kedua jurnal itu dikuasai kembali oleh Misbach, kedua jurnal ini banyak menyerang SI dan Muhamadiyah.

Adapun pertentangan antara PKI dan SI Merah terhadap Muhamadiyah bermula dari tuduhan Sismadi Sastrosiswojo terhadap Muhamadiyah ke dalam tiga isu, yakni pertama sikap Muhamadiyah yang meminjamkan empat ribu gulden kepada pimpinan Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumiputra (PPPB) dengan disertai bunga. Kedua, Muhamadiyah meninggalkan PPPB ketika melakukan aksi mogok karena hak berkumpul dicabut dan terakhir, Muhamadiyah dituduh lebih takut kepada residen Belanda dibandingkan kepada Allah SWT. Posisi Muhamadiyah disudutkan karena keluar dari politik, sehingga kemudian organisasi ini dicap sebagai organisasi yang tidak menjalankan Islam yang sejati karena memisahkan diri dari politik.

Melihat pertentangan ini sekembalinya dari penjara, Misbach akhirnya ikut berpihak kepada SI Merah. Di dalam tulisannya yang pertama kali di Medan Moeslimin usai ia keluar dari penjara, sebagai bentuk sindiran terhadap Muhamadiyah, ia membagi klasifikasi bagi seorang muslim, yakni Islam sejati dan Islam lamisan. Islam sejati adalah umat muslim yang menjalankan Islam secara menyeluruh dan sesuai dengan Al-Qur’an. Adapun Islam lamisan merupakan perilaku umat Islam yang munafik. Di mana pengertian munafik disini menurut Misbach, dalam penafsiran Takashi, adalah mereka yang memiliki harta namun tidak membelanjakan hartanya untuk kemajuan Islam. Di sini cap munafik secara halus ditujukan kepada Muhamadiyah yang dituduh telah tunduk dan takut kepada residen dan meninggalkan rakyat.    

Selanjutnya pemikiran Misbach di dalam jurnal-jurnalnya berisi tentang ajaran Islam yang sejalan dengan komunisme. Menurut Misbach, di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa adalah kewajiban seorang muslim untuk mengakui hak asasi manusia. Nilai ini juga terdapat dalam intisari ajaran komunisme. Di dalam Islam juga terdapat perintah untuk melawan terhadap penindasan dan penghisapan di mana menurutnya ini juga sesuai dengan ajaran komunisme. Atas dasar hal tersebut ia mengeluarkan tesis bahwa muslim yang tidak dapat menerima komunisme itulah yang bukan merupakan muslim sejati. Dalam pandangan Misbach pula, tidak ada yang salah dengan sikap PKI yang netral terhadap agama. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa PKI tidak menggunakan agama sebagai ‘topeng’.

Selain itu dalam pandangan Misbach, kapitalisme dan imperialisme yang menurutnya adalah setan, dan uang menurutnya adalah tipu muslihat setan untuk menjerat manusia dan membuat mereka jauh dari Allah. Adapun perjuangan komunis dalam melawan kapitalisme merupakan sebuah bentuk ujian untuk membuktikan kesetiaan kepada Allah. Misbach juga menganjurkan untuk melakukan perang sabil untuk mengatasi fitnah. 

Berbagai tulisan dan pidato yang diberikan oleh Misbach ini, terutama anjurannya mengenai perang sabil mendapatkan berbagai dukungan dari masyarakat kelas bawah, khususnya kaum buruh yang dipecat dari pabrik-pabrik. Kelompok ini kemudian menjadi propaganda PKI yang rela bekerja dengan bayaran rendah dan bahkan ada yang rela tidak dibayar. Selain itu beberapa kelompok ada yang secara langsung melakukan perlawanan terhadap pemerintah Hindia Belanda dengan melakukan sejumlah tindakan anarkis. Di mana puncaknya terjadi pembakaran dan pengeboman di sejumlah tempat pada saat perayaan Sekaten tanggal 14 sampai 23 Oktober 1923. 

Sehingga kemudian, meski Belanda tidak dapat membuktikan secara langsung bahwa Misbach yang mendalangi semua pemberontakan tersebut, Misbach diasingkan di Manokwari tahun 1924 hingga akhirnya wafat di sana. Meski di dalam pembuangan, Misbach tetap rutin menulis di Medan Moeslimin mengenai Islamisme dan Komunisme. Pemikirannya mengenai Islamisme dan komunisme kembali dilanjutkan dan lebih dipertajam di masa ini, di mana ia menuliskan bahwa bagi orang yang mengaku dirinya komunis namun hendak melenyapkan ajaran Islam, tidaklah dapat disebut sebagai komunis yang sejati. Begitu pua sebaliknya, bagi orang yang mengaku bergama Islam namun tidak setuju dengan ajaran komunisme, disebutnya bukan sebagai Islam yang sejati atau belum mengenal Islam secara komprehensif. 

Berdasarkan tulisan dari Takashi Shiraishi mengenai pemikiran Misbach, dapat disimpulkan bahwa Misbach berusaha menghilangkan dikotomi antara Islam dengan komunisme. Pemikirannya ini mirip dengan pemikiran Nasakom ala Soekarno, di mana baik Soekarno maupun Misbach melihat banyaknya kesesuaian nilai-nilai yang terkandung dalam Islam dan komunisme. Namun berbeda dengan Soekarno, dalam tataran yang sangat ekstrem, Misbach berani mengambil kesimpulan bahwa seseorang belum dikatakan Islam yang sejati apabila tidak mampu menerima komunisme. Begitu pula sebaliknya, seorang komunis tidak dapat dikatakan komunis apabila tidak dapat menerima Islam. 

Pemikiran Misbach ini tentunya amat bertolak belakang dengan konsepsi komunisme itu sendiri yang memang secara nyata menolak agama yang dianggap sebagai candu masyarakat yang menunjukkan secara jelas komunisme menolak agama. Hal ini membuat sulit untuk menyatukan antara Islam dan komunisme dalam tataran praktis. Salah satu bentuk konkretnya, pembantaian yang dilakukan oleh PKI terhadap para santri dan ulama pada pemberontakan di Madiun merupakan salah satu bukti konkret dari sulitnya melaksanakan konsepsi Misbach ini. Pada masa kini akibat hubungan masa lalu yang kelam antara PKI dan Islam di Indonesia, sulit untuk menyatukan kedua kelompok ini, meski menurut Misbach keduanya memiliki nilai-nilai yang berdekatan.

sumber gambar: https://tirto.id/cara-pki-jualan-isu-kemiskinan-dan-sentimen-anti-asing-dev6

Views: 631